Senin, 26 Oktober 2015
Sistem Perkaderan IPM
Sistem Perkaderan
Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Cetakan Pertama, Muharram 1436 H | November 2014 M
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
Penyunting & Editor
Azaki Khoirudin
Lay Out & Design Cover
Nun Pustaka
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
Diterbitkan Atas Kerja Sama
Bidang Perkaderan PP IPM
Jl. KH. Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta
e-mail: sekretariat@ipm.or.id
website: www.ipm.or.id
Suara Muhammadiyah
Jl. KH. Ahmad Dahlan 43 Yogyakarta
e-mail: redaksism@gmail.com
website: www.suaramuhammadiyah.com
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
ISBN: xxx-xxx-xxxxx-x-x
i
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil ’alamin, rasa syukur patut kita pujikan
kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya,
sehingga di paruh setengah abad ke dua ini Ikatan
Pelajar Muhammadiyah tetap eksis menjalankan maksud dan
tujuannya, yaitu dalam rangka mewujudkan pelajar berakhlak
mulia, terampil, cerdas, dan tentunya dalam rangka menjadikan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Selain itu, kita juga
patut bersyukur atas diterbitkannya Buku Sistem Perkaderan IPM
ini.
Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi saya sampaikan
kepada Tim Materi dan perumus SPI ini, terutama
Ipmawan Azaki Khoirudin yang mengawal Tim Materi sehingga
gagasan tim dapat tertuang dan disebar luaskan kepada kaderkader
IPM se-Indonesia.
Periode 2012-2014 merupakan periode ke-3 setelah Ikatan
ini kembali lagi sesuai nama pertama kalinya didirikan, yaitu
Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dinamika panjang sedari berubahnya
nama Ikatan Remaja Muhammadiyah kembali ke Ikatan
Pelajar Muhammadiyah, tidak hanya sekedar nama saja yang
berganti, akan tetapi memfokuskan basis sekolah sebagai basis
gerakan, revitalisasi gerakan, serta menajamkan visi dan misi
menjadi catatan dan evaluasi besar Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Periode pertama IPM pasca IRM (periode 2008-2010)
telah berhasil menempatkan sendi-sendi utama transisi perubahan
IRM-IPM berupa Muqodimah gerakan IPM, nilai-nilai, dan
landasan ideologis.
Periode ke-2 IPM (periode 2010-2012) berhasil mewadahi
pelajar-pelajar Indonesia (Pelajar Muhammadiyah pada khususnya)
ke dalam wadah Ikatan Pelajar Muhammadiyah, merapikan
dan menertibkan administrasi dengan menerbitkan pedoman administrasi
dan pedoman pengelolaan ranting sekolah, membingkai
simbol seragam IPM melalui batik IPM, serta merebut gelar
OKP berprestasi di tingkat nasional dan ASEAN.
Pada periode ke-3 ini (periode 2012-2014) kami membingkai
gerakan pelajar dengan brand “Pelajar Berkemajuan”, tetap
fokus melanjutkan dua periode sebelumnya dengan mempertahankan
gelar OKP berprestasi tingkat nasional dan ASEAN, mengembangkan
dan menyolidkan konsolidasi internal ikatan secara
nasional dari Sabang sampai Merauke, menguatkan sendi-sendi
perkaderan IPM dengan menyelesaikan dan menerbitkan buku
Sistem Perkaderan IPM secara nasional, mengembangkan daya
saing kader dengan meningkatkan kualitas entrepreneurship kader,
serta mengembangkan pergaulan IPM ke ranah internasional
dan menyiapkan daya saing kader ke ranah tersebut.
Ikatan Pelajar Muhamadiyah tetap menjadi wadah utama
untuk melahirkan kader-kader utama ikatan dan persyarikatan.
Hal ini diwujudkan dengan keseriusan IPM dalam melatih, membimbing,
dan mendampingi kader-kader muda (pelajar) untuk
iii
terus berkembang dan berprestasi. Selain itu, Alhamdulillah di
periode ini dengan dikawal Bidang Perkaderan, PP IPM berhasil
mewujudkan diterbitkannya pedoman utama perkaderan, yaitu
Buku Sistem Perkaderan IPM.
Sistem Perkaderan IPM yang baru ini merupakan rangkaian
panjang yang digagas dari periode awal pasca kembali ke nama
Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Dari Taruna Melati Utama ke
Taruna Melati Utama selama kurun waktu enam tahun, akhirnya
buku ini dapat diterbitkan. Tentu, Sistem Perkaderan ini adalah
wujud penyempurnaan dari SPI-SPI sebelumnya, terutama
menilik dari kondisi outworld looking zaman yang terus berkembang
yang menuntut pembaruan dalam sistem perkaderan
kita. Tema Pelajar Berkemajuan sangat lekat dengan Buku SPI ini,
itu artinya, Muhammadiyah sebagai induk gerakan memberikan
pengaruh kuat kepada pemikiran IPM.
Perkaderan adalah ruh gerakan IPM, apapun yang terjadi di
tiap level pimpinan IPM, kita wajib menyelenggarakan perkaderan
IPM, yaitu pelatihan kader Taruna Melati. Dari ranting hingga
pusat, Taruna Melati merupakan agenda utama dan menjadi
program prioritas, minimal setahun sekali tiap level pimpinan
wajib menyelenggarakan Taruna Melati.
Yang tidak kalah penting untuk mewujudkan kader inti
ikatan selain dengan penyelenggaraan Tanura Melati yang baik
dan efektif, peran fasilitator atau pendamping pelatihan kader
menjadi faktor utama agar pelatihan kader dapat sesuai dengan
harapan. Maka dari itu, menyiapkan fasilitator-fasilitator handal
menjadi tugas utama disamping penyelenggaraan Taruna Melati
itu sendiri.
Dengan diterbitkannya Buku Sistem Perkaderan IPM ini,
kami mempunyai harapan besar akan keberlangsungan kaderkader
IPM. Taruna Melati akan melahirkan kader-kader IPM yang
berkualitas sesuai dengan zamannya dan sanggup mewujudkan
maksud dan tujuan Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Semoga buku
SPI ini dapat diterapkan dan diamalkan oleh Pimpinan IPM di
berbagai level pimpinan. Akhirnya, saya ucapkan selamat membaca,
menghayati, dan menjalankan Sistem Perkaderan IPM ini.
Nȗn Walqalami Wamậ Yasthurȗnậ
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Oktober 2014
Fida ‘Afif
NBA: 00.00.12767
v
“Baik-buruknya organisasi Muhammadiyah pada masa yang akan
datang dapat dilihat dari baik-buruknya pendidikan kader yang
sekarang ini dilakukan. Jika pendidikan kader Muhammadiyah
sekarang ini baik, maka Muhammadiyah pada masa yang akan
datang akan baik. Sebaliknya apabila jelek, maka Muhammadiyah
pada masa yang akan datang juga jelek.”
––Prof. Dr. H. A. Mukti Ali
Alhamdulillah wasyukrulillah, kami menyambut dengan
gembira atas dipenuhinya salah satu amanat Muktamar IPM ke-
18, yakni rekonstruksi (penyusunan ulang) Sistem Perkaderan
IPM (SPI). Sesuai dengan bidangnya amanat ini dipercayakan
kepada kami bidang Perkaderan, yang kemudian menjadi bagian
dari program kerja kami. Sekali lagi, syukur alhamdulillah.
Akhirnya amanah besar untuk segera menerbitkan SPI dengan
pertolongan dan kekuatan dari Allah, dapatlah terwujud Sistem
perkaderan IPM ini. Dimana SPI kehadirannya sangat urgen dan
vital bagi keberlangsungan gerakan IPM.
Bagi IPM, persoalan kaderisasi merupakan pekerjaan rumah
yang tidak akan pernah kunjung selesai (never ending job).
Kebutuhan terhadap sistem perkaderan yang tertata dengan baik,
rapi, dan feasibel tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sistem perkaderan
ini bukan saja mempertegas fungsi dan tujuan kaderisasi formal di
IPM, tetapi juga memuat format baru perkaderan yang tidak kalah
pentingnya bagi kemajuan IPM dan pengembangan sumberdaya
manusia yang dimiliki, sebagai gerakan laskar zaman yang selalu
menafsir makna dari zaman ke zaman.
Istilah kader (Perancis: cadre) atau les cadres memiliki arti
staf inti yang menjadi bagian terpilih atau elit strategis gerakan,
dalam lingkup dan lingkungan pimpinan (leader) serta mendampingi
di sekitar kepemimpinan (leadership). Sebagai kelompok
strategis, kader tergolong orang-orang yang terbaik karena terlatih.
Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi.
Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat
tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung,
pusat semangat dan etos. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang
berkualitas itulah yang terpilih dalam berorganisasi yang dapat
disebut sebagai kader.
Dalam pengertian lain, kader (Latin: quadrum), berarti
empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader
dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang menjadi inti
dan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang lebih besar
dan terorganisasi secara permanen. Kader juga merupakan syarat
penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan. Bagi
sebuah organisasi IPM, regenerasi kepemimpinan yang sehat
karena ditopang oleh keberadaan kader-kader yang qualified,
selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi
kepemimpinan profetik yang progresif.
Secara leksikal, sistem berarti seperangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
vii
(KBBI, 1989: 849). Kemudian tentang perkaderan, pengucapan
dan penulisannya sering tertukar dengan pengaderan atau
pengkaderan. Sesuai dengan EYD, yang betul memang adalah
pengaderan, yakni: proses, cara, perbuatan mendidik atau
membentuk seseorang menjadi kader. Namun perlu diingat,
dalam “pengaderan” ini, posisi kader atau orang yang ikut dalam
training menjadi obyek dan pasif sebagai orang yang dididik atau
dibentuk menjadi kader. Oleh karena itu, perkaderan dalam IPM
lebih nyaman menggunakan fasilitator dan pendamping.
Sedangkan perkaderan, berasal dari kata dasar kader
ditambah prefiks nominal per dan sufiks an (perihal, yang
berhubungan dengan, antara lain, kader). Dalam “perkaderan”,
posisi kader atau orang yang ikut pelatihanmenjadi subyek dan
aktif. Jadi, yang pas dipergunakan dalam SPI adalah perkaderan,
sebagaimana nama bidang perkaderan.Dengan demikian, Sistem
Perkaderan IPM (SPI) berarti: “seperangkat konsep yang berhubungan
satu sama lain yang secara logi membentuk kerangka
yang berfungsi sebagai pedoman IPM dalam melakukan kaderisasi”.
SPI merupakan suatu kesatuan yang utuh, yang berlaku
menyeluruh bagi semua jajaran dan komponen IPM.
Sebagai sebuah sistem, SPI bukan sekedar konsep dan
gagasan saja, tetapi juga mengandung kerangka acuan dan arahan
bagi pelaksanaan teknis kegatan kaderisasi. Di dalam SPI terdapat
kerangka dasar perkaderan IPM; kurikulum; metode, strategi, dan
evaluasi; dan pengorganisasian dalam pelaksanaan kaderisasi.
Konsep dan materi dalam SPI 2014 ini relatif ada yang
berkelanjutan dan adapula hal-hal baru dan berbeda dengan SPI
Hijau 2002. Karena itu ada beberapa hal dalam SPI tersebut yang
menuntut perubahan, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi IPM
dewasa ini. Karena itu sangat dituntut adanya kesatuan konsep,
pemikiran pandangan, sikap dan langkah yang strategis dalam
Sistem Perkaderan IPM yang integratif dan interkonektif.
Rekonstrusi SPI ini memang bukan tugas yang mudah,
karena selain harus berupaya untuk memahami hakikat dan
fungsi kaderisasi dalam IPM, juga persinggungan dan konsekuensinya
harus bisa dikemukakan dengan jelas dan sekaligus tegas.
Sebagai sebuah sistem, kejelasan danketegasan tersebut diperlukan,
agar pelaksanaan SPI ini sesuai dengan aturan main dan
tertib organisasi.
Dalam upaya yang tidak ringan itu, Bidang Perkaderan
Pimpinan Pusat IPM telah berikhtiar secara optimal guna menghasilkan
SPI baru yang lebih baik dan mudah dilaksanakan oleh
seluruh komponen IPM. Di samping meninjau ulang beberapa
konsep dasar dalam SPI Merah, SPI Biru, dan SPI Hijau produk
zaman sebelumnya, rekonstruksi SPI ini juga telah menegaskan
kembali makna dan fungsi perkaderan dalam konteks zaman
kekinian dan berkemajuan.
Dengan mengkaji artefak dan peninggalan periode terdahulu,
sepihan-serpihan konsep pun telah kami kaji. Selanjutnya
kami mengadakan dua kali dalam periode ini. Pertama, Seminar
dan Lokakarya I (Semiloknas I) Sistem Perkaderan IPM di
Madrasah Muallimin Muhammadiyah tanggal 22-25 Desember
2013 di Yogyakarta dan Kedua, Seminar dan Lokakarya II
(Semiloknas II) Sistem Perkaderan IPM SMP Muhammadiyah 12
Gresik Kota Baru pada tanggal 15-17 Mei 2014. Dari sinilah
konsep SPI dibangun dan menemukan formulanya sebagai sebuah
ix
sistem perkaderan yang berfungsi sebagai pendukung gerakan
IPM, yaitu Gerakan Pelajar Berkemajuan.
Sistem Perkaderan IPM (SPI) ini merupakan sistem yang
berlaku umum dan resmi dalam IPM. Karena itu, kepada seluruh
jajaran Pimpinan IPM, baik ditingkat pusat, wilayah, daerah,
cabang, hingga ranting diinstruksikan untuk menerapkan SPI ini
dengan sebaik-baiknya. Kami berharap kepada semua pihak
untuk sungguh-sungguh berjuang untuk terus dan selalu melakukan
kaderisasi di ikatan tercinta ini. Dengan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya. Semoga pelaksanaan amanat Muktamar
ini menjadi kerja amal saleh dan dibalas oleh Allah swt.
Amin ya Rabbal ‘Alamin
Nȗn Walqalami Wamậ Yasthurȗnậ
Bidang Perkaderan
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Periode 2012-2014
Ketua,
dto
Lesti Kaslati Siregar
NBA: 00.00.16462
Sekretaris,
dto
Azaki Khoirudin
NBA: 00.00.15776
xi
xiii
Nȗn, Demi Pena dan Segala Yang Dituliskan
––QS. Al-Qalam: 1
“Di dunia ini tak ada yang abadi kecuali perubahan.
Perubahan sistem perkaderan dengan demikian
merupakan suatu keniscayaan.”
––Dr. Khoiruddin Bashori
I k a t a n Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah organisasi
kader. Organisasi yang intens bergherak di aras perkaderan. Agar
kaderisasi memiliki arah yang jelas, maka IPM menyusun sistematika
perkaderan untuk mengatur proses perkaderan. Dalam
sejarah IPM, tercatat telah beberapa kali melakukan rekonstruksi
sistem perkaderannya. Mengapa SPI diubah? Dalam tubuh IPM
dikenal SPI Tomang, SPI Merah Makassar tahun 1986, SPI Biru
Malang tahun 1994, SPI Hijau Makassar tahun 2002. Jarak
perubahan SPI tersebut mensyaratkan reorientasi dan rekonstruksi
pergerakan dalam interval waktu + 10 Tahun. Hal ini
dikarenakan dua faktor yakni outworld (perubahan pada realitas
sosial) dan inworld (perubahan ide dan wacana pergerakan IPM).
Genealogi sistem perkaderan IPM/IRM, dapat dilacak mulai
paruh akhir dekade 1980-an. Pada periode ini lahir kodifikasi
sistem perkaderan IPM yang pertama atau yang dikenal kemudian
sebagai ”SPI Merah”. Sebelum periode itu bukan berarti tidak ada
pengkaderan, tetapi dasar yang digunakan masih bersifat berupa
serpihan-serpihan konsep perkaderan dan belum disusun sebagai
suatu sistem yang komprehensif. Ada juga yang mengatakan
sebelum SPI Merah adalah SPI Tomang. Berikut adalah perjalanan
SPI dari masa ke masa:
SPI Merah lahir di Makassar pada 1985. SPI Merah lahir
pada konteks sosial, dimana represi negara orde baru terhadap
organisasi masyarakat Islam sedang mencapai puncaknya. Represi
ini ditandai oleh kebijakan monoloyalitas. Kebijakan ini mengharuskan
setiap orsospol, termasuk Muhammadiyah dan seluruh
ortomnya, mengubah asasnya menjadi Pancasila, sebab saat itu
hampir sebagian besar orsospol berbasis Islam masih menggunakan
Islam sebagai asasnya. Skema kebijakan seperti ini merupakan
bagian dari depolitisasi massa dan kebijakan massa
mengambang (floating mass) yang dilakukan oleh rezim orde
baru. ”Derita” politik inilah, secara psikologis, dirasakan oleh
aktivis IPM pada masa itu. Represi ideologis negara membuat
sebagian orientasi gerakan pelajar Islam pada masa itu, termasuk
IPM, menjadi semakin ideologis. Oleh karena itu, tak mengherankan
jika sistem perkaderan IPM pada masa itu bercorak doktriner.
SPI institusionalisasi pemikiran gerakan IPM pada zamannya.
Pada puncaknya awal 1990-an SPI Merah mendapat kritik.
SPI Merah dinilai terlalu doktriner dan terlalu menekan jiwa kritis
kader selain itu juga terlalu dogmatis, kurang dialogis, ekslusif dan
kurang mencerminkan sebuah sistem pemikiran kader. Pada
waktu itu gugatan-gugatan terhadap SPI merah mendapat perlawanan
yang luar biasa dari kelompok mayoritas yang ingin tetap
mempertahankan tradisi SPI Merah. Karena gencarnya lontaran
wacana perubahan SPI Merah, maka sekitar tahun 1993-an gerakan
perubahan SPI Merah dan berhasil melahirkan SPI Baru.
Berdasarkan hasil Semiloknas SPI di Malang, lahirlah SPI Biru
pada tahun 1994.
Memasuki era 1990-an, perlakuan negara orde baru
terhadap umat Islam mulai memasuki tahap yang lebih akomodatif.
Selain karena faktor dukungan politik rezim terhadap
umat Islam, tetapi juga sapuan gelombang demokratisasi yang
melanda dunia sejak runtuhnya Uni Soviet. Di samping itu, nampaknya
kecenderungan sikap politik umat Islam lebih cenderung
mengurangi sikap ”ideologis”-nya dan lebih memilih berkompromi
terhadap negara. Imbasnya, diskursus sistem perkaderan IPM.
”SPI Merah” mendapat serangan dari sebagian kalangan di IRM/
IPM akibat sifat eksklusif, doktriner dan kurang dialogis dan tidak
relevan lagi dengan perkembangan keilmuan dan dunia pendidikan.
Alhasil, sekitar1993-an ”SPI Merah” diubah dengan sebutan
”SPI Biru”.
Berdasarkan hasil Semiloknas SPI di Malang1994., lahirlah
SPI Biru. Menjelang 10 tahun penerapan SPI Biru, beberapa kekurangan
ditemukan penerapannya di lapangan. SPI Biru memang
terlihat sempurna, namun terkesan terlalu gemuk. Ketika di
lapangan, SPI Biru banyak mengalami penyimpangan, seperti TC
TM II yang beberapa materinya diambil dari materi TC TM III,
penjenjangan yang tidak konsisten dan terlalu berbelit, dan beberapa
kekurangan lainnya. Proses rekonstruksi SPI wajar dilakukan
dalam siklus 10 tahunan sebagai upaya untuk tetap menyesuaikan
proses pengkaderan di IPM dengan semangat zaman. Karena proses
pengkaderan merupakan sebuah proses yang terlepas dari
realitas sekitarnya.
Secara umum SPI Biru banyak menonjolkan hal yang baru
dari SPI Merah. SPI Biru merupakan yang terbaik jika dibandingkan
dengan gerakan pelajar yang lain di masa itu. Keunggulan
SPI ini antara lain, komprehensif, terukur dan banyak mengadopsi
perkembangan dalam ilmu pendidikan. Akan tetapi, SPI ini bukan
tanpa celah. Sifatnya yang mencakup semua itulah yang membuatnya
sangat gemuk, menggelembung dan kurang sistematis. Selain
itu, terdapat celah empiris dan teoretis, seperti antara terget, tujuan,
materi dan metode pengkaderan banyak ditemuai inkonsistensi.
Kurang menerapkan model pendidikan orang dewasa dan
partisipatoris (El Hujjaj, 2006). Oleh karena itu, SPI ini pun segera
diminta untuk dievaluasi dan menjadi amanat PP IRM periode
2000-2002 untuk menyempurnakannya. Akhirnya, SPI barupun
akhirnya lahir yang kemudian disebut sebagai ”SPI Hijau.
Pada tahun 1998, SPI Biru mendapat gugatan dari minoritas
IRM ditingkat struktur elite. Sampai pada diskursus 2001 dalam
Semiloknas SPI di Makassar. Semiloknas ini menghasilkan SPI
yang baru yang disahkan dalam Muktamar IRM tahun 2002 yang
populis dikenal dengan sebutan SPI Hijau. Beberpa perubahan
yang ada didalamnya adalah SPI ini sangat diwarnai oleh wacana
Pemikiran Paule Freire yang getol memperjuangkan paradigma
Pendidikan Kritis. Sebuah paradigma pendidikan yang mengguna-
kan Metode Andragogi (Metode Pendidikan Orang Dewasa) yang
lebih humanis dan jauh dari pola doktrinasi serta menggunakan
pendekatan Partisipatoris yang mengutamakan peran serta penuh
peserta pelatihan sebagai Subyek Pelatihan. Perubahan lainnya
adalah penggantian istilah Instruktur sebagai pengelola pelatihan
menjadi Fasilitator.
”SPI Hijau” sangat berbeda dengan SPI sebelum-sebelumnya.
Bahkan, perubahan itu sangat revolusioner. Ada diskontinuitas
dari SPI sebelumnya. Bagaimana tidak, baik dari segi
mode of thought, target, metode materi dan pasca pengkaderan
sangat berbeda, atau malah tidak ada kelanjutan dari SPI sebelumnya.
Ciri utama ialah ANSOS dimasukan dalam materi TM III,
bahkan dalam praktinya TM II sudah diberi ANSOS. Materi ini
tidak familiar di lingkungan Muahammadiyah/IPM. Materi ini
banyak digunakan oleh kawan-kawan di LSM yang bergerak di
kegiatan advokasi. Secara kasar, SPI ini dipengaruhi oleh perkembangan
nasional pasca reformasi 1998, sehingga SPI ini lebih
mencerminkan situasi lebih demokratis, terbuka dan partisipatif.
SPI Hijau merupakan titik kulminasi dari perubahan paradigma
gerakan IPM ke IRM dari paradigma ”gerakan panggung” menjadi
”gerakan sosial” kritis-transformatif.
SPI Hijau banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran kontemporer,
pendidikan kritis Paulo Freire, tokoh pendidikan Amerika
Latin, serta teori sosial kritis Jurgen Habermas. Secara metodologis,
SPI Hijau mempunyai kedekatan dengan gagasan dan
praktik pendidikan/pelatihan yang digagas oleh Insist, yakni
lembaga kajian dan pendidikan yang digawangi oleh Mansour
Fakih di Jogjakarta. Maka, tak mengherankan jika kita membaca
SPI Hijau serasa kita membaca buku “Pendidikan Popular”-nya
Insist.
Sejak ditanfidzkannya pada 2004, SPI Hijau telah menjadi
rujukan perkaderan. Kendati begitu, masih ada cabang, daerah
atau bahkan wilayah yang belum sepenuhnya menerima kehadiran
SPI ini. Dalam perjalanan selama kurang lebih lima tahun,
level ranting sampai daerah belum sepenuhnya memahami SPI ini,
kalau tidak bisa dibilang SPI ini susah untuk dipahami. Sebab, SPI
ini tidak praktis, tidak bisa langsung pakai. Berbeda dengan SPI
Biru, SPI Hijau kurang bisa di terima di level bawah. Jangankan
untuk melakukan need assessement, untuk mencerna istilah-istilah
yang ada di SPI saja teman-teman di cabang masih sering
mengalami kesusahan. Hal ini wajar karena penyusunan SPI ini
memang dilakukan oleh elit di tingkat pusat dan wilayah.
Setidaknya ada beberapa yang perlu dibenahi. Pertama, sisi
aktor atau pelaksana SPI. SPI Hijau menuntut banyak kemampuan
fasilitator dalam melakukan pengkaderan, tetapi sisi aktornya
atau fasilitatornya sangat minim untuk diperhatikan. Meski di SPI
sudah ada PFP I sampai III, tetapi level pusat sampai daerah
sangat jarang menitik beratkan pada pelatihan fasilitator (sesuai
SPI). Lucu, ketika TM I sampai TM U-nya sudah memakai SPI
Hijau, tetapi pelatihan pengelolanya masih menggunakan SPI Biru,
malah ada beberapa daerah dan wilayah, TM-nya sudah banyak
mengadopsi model SPI Hijau, PFP-nya masih menggunakan model
pelatihan instruktur lengkap dengan materi-materi dan modelmodel
indoktrinatifnya.
Kedua, pada sisi materi dan target perlu disesuaikan dengan
stratak (strategi dan taktik) IPM saat ini. Sebab SPI hijau
dilahirkan oleh IRM, yang tentu mempunyai basis yang berbeda
dengan IPM. Basis menentukan struktur dan stratak gerakan.
Sejauh ini, teman-teman IPM tidak terlalu mengutak-atik paradigma
gerakan tetapi hanya merubah strategi dan taktik gerakan.
Tapi kini, IPM back to pelajar. Dan menemukan paradigma baru,
yaitu “Gerakan Pelajar Berkemajuan”, maka materi pun harus
ditinjau ulang.
Ketiga, perlu penataan ulang tugas setiap level pimpinan
terkait dengan penerjemahan SPI Hijau. Saat ini daerah/cabang/
ranting dibiarkan membaca mentah-mentah SPI tanpa ada
penjelasan dari level pimpinan di atasnya dikarenakan memang
level diatasnya juga kurang paham dengan SPI atau memang
pimpinannya sibuk mengurusi dirinya sendiri. Setidaknya setiap
level pimpinan mengeluarkan ”panduan” atau buku pendamping
yang sasarannya bagi pimpinan di bawahnya sesuai dengan level
pengkaderannya. Sebut saja, SPP (Standart Pelaksanaan Prosedur)
TM I bagi ranting dan cabang, SPP TM II dan SPP PFP I bagi
daerah dan seterusnya.
Keempat, IPM perubahan paradigma gerakan, yakni
perspektif dalam melihat realitas disekitarnya. Polemik perubahan
dari GKT (Gerakan Kritis-Transfrmatif) ke GPK sudah tuntas,
karena GPK (Gerakan Pelajar Kreatif) sudah dievaluasi ternyata
hanya sebuah strategi gerakan. Pemahaman paradigma sangat
penting untuk positioning (penentuan sikap) IPM.Positioning
gerakan terkait dengan relasi masyarakat-negara pada sisi makro,
dan karakter pimpinan di sisi mikro.
Hambatan penerapan SPI Hijau pun banyak ditemukan di
lapangan seperti adanya anggapan bahwa metode yang digunakan
akan menghilangkan Militansi Kader. Bahkan religiusitas yang
menurun (kesalehan individu dengan Tuhan). SPI Hijau dinilai
terlalu aktivis maksudnya ialah aktivis LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dan sangat sosialis. Selain itu, timbul beberapa anggapan
bahwa SPI Hijau ini hanya cocok diterapkan di Jawa yang
kadernya cerdas-cerdas didukung dengan akses bacaan dan
sumberdaya manusia yang memadai. Anggapan lainnya, SPI Hijau
adalah komoditi bagi orang-orang kota, tidak untuk orang dusun
nan di pelosok.
Gerakan Pelajar Berkemajuan (GPB) menjadi paradigma
baru IPM, tentunya mempengaruhi bagaimana SPI baru akan
dirumuskan. Selain SPI Hijau juga sudah berusia lebih 10 tahun
sejak dirumuskannya tahun 2002. Sudah saatnya IPM dengan
basis masa yang berbeda pula mengevaluasi SPI Hijau dan merumuskan
SPI yang baru. Ditambah juga tantangan dan dinamika
zaman yang sudah sangat berbeda.
Setelah dilakukan dua kali lokakarya SPI, yaitu di Yogyakarta
(2013) dan di Gresik Kota Baru (2014), semakin memantapkan
langkah IPM itu mengubah SPI-nya. SPI ini dirancang
untuk mesuksesnya GPB sebagai gerakan ilmu IPM. Tentunya,
ialah keilmuan yang integratif dan interkonektif. Diharapkan
mampu menjadi aksentuator cita-cita gerakan Muhammadiyah
yaitu Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya, yang substansinya
ialah “peradaban utama”.
Peradaban utama tak akan tercapai tanpa gerakan ilmu
sebagai alat revolusi kebudayaan. Kini tiba saatnya SPI ini hadir
dalam momentum Muktamar XIX IPM di Jakarta melengkapi tema
“Spirit Keilmuan untuk Gerakan Pelajar Berkemajuan”.
I k a t a n Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai organisasi
gerakan dakwah di kalangan pelajar memiliki etos yang kuat
teradap dua hal, yang pertama adalah keislaman, dan yang kedua
adalah kemajuan. Subjek yang memiliki etos tersebut adalah
pelajar. Maka dari itu, IPM berada dalam posisi mendialogkan
masa lalu (tradisi, dogma dan khazanah Islam), kekinian (realitas
sosial-ekonomi-kebudayaan yang melingkupi pelajar) dan masa
depan (cita-cita sosial Muhammadiyah merealisasikan “Masyarakat
Islam Sebenar-benarnya” yang substansinya ialah “Peradaban
Utama” di mana kepedulian terhadap pelajar adalah titik berangkatnya).
Dengan Gerakan Pelajar Berkemajuan, IPM mendialogkan
masa lalu, kekinian dan masa depan tidak hanya akan menghasilkan
konsep-konsep, ide-ide atau gagasan-gagasan mengenai Islam
dan peta akan realitas kekinian melalui pembacaan sosial dan
antisipasi masa depan, tetapi konsep-konsep tersebut harus diinkarnasikan
dalam sebuah tubuh yang disebut dengan gerakan.
Melalui gerakan inilah IPM bukan sekedar produsen konsepkonsep
atau ide-ide, bukan sekedar organisasi an-sich dan bukan
pula sekedar penanda bagi kerumunan pelajar yang mempunyai
minat yang sama. Disebut sebagai sebuah gerakan, maka IPM
paling tidak harus memiliki tiga hal, yaitu paradigma, infrastruktur
dan mobilisasi sosial.
Walaupun IPM sebagai gerakan, tetapi IPM juga membutuhkan
perangkat organisasi, IPM bukan sekedar organisasi. Kalau
organisasi an sich biasanya ditandai dengan repetisi, rutinitas
(pengulangan-pengulangan yang membosankan dalam hal program,
ritual ataupun proyek), maka gerakan adalah sesuatu
dialektis-progressif dan dinamis-berkemajuan. Kalau organisasi
ada dalam rangka kepentingan dirinya an-sich (opurtunis), maka
gerakan ada dalam rangka tujuan yang melampaui dirinya (altruisme
progressif). Etos gerakan IPM adalah gerakan yang being for
him (ada untuk dia), dimana him di sini adalah basis pelajar. Di
sinilah letak pentingnya mengatahui posisi SPI dalam Strukturasi
Gerakan IPM.
Forum perkaderan tingkat nasional, Taruna Melati Utama
(TMU) Bengkulu 2011 di Bengkulu. Pada forum ini membahas
kerangka pikir (mode of thought) IPM, terutama pasca perubahan
nama IRM kembali ke IPM. Yang kemudian keragka tersebut
dinamakan dengan “Strukturasi Gerakan IPM”, mulai dari Falsafah
pergerakan, tujuan nilai-nilai gerakan, filsafat perkaderan, SPI,
khittah perjuangan, dan agenda aksi untuk mencapai tujuan IPM.
Berikut adalah hasil dan gambar restrukturasi gerakan IPM:
Perbincangan falsafah pergerakan IPM dikerucutkan pada
pemikiran filsafat sejarah, yang diterjemahkan ke dalam tiga
unsur sejarah: ruang, waktu, dan epistem sosial (realitas sejarah).
Ruang menandakan bahwa gerakan IPM terbatas pada lokasi
tertentu dan memiliki karakter tertentu. Oleh sebab itu gerakan
IPM harus berpijak pada pemahaman realitas dan kearifan lokal
(local wisdom), namun gerakannya universal (mondial, rahmatan
lil alamin).
Adapun waktu menunjukkan makna gerakan sebagai “proses
menuju “ (beyond, berkemajuan) ummat (komunitas) yang
terbaik (khoiru ummah). Untuk menjadi gerakan terbaik, maka
IPM harus memperhatikan “epistem sosial” sebagai unsur kebudayaan
dominan dalam masyarakat. Hakikat inti (falsafah) gerakan
IPM ialah gerakan iqra’(ilmu) , IPM bergerak dengan memperhatikan
realitas sebagai “titik pijak” sebagai substasi “Nûn, wal
qalami wamâ yasthurûn”.
Sebagaimana prinsip falsafah pergerakan IPM, tentunya IPM
bergerak memperhatikan ruang (dimana), waktu (kapan) serta
epistem sosial (kondisi masyarakat) sebagai titik pijak gerakannya.
Dalam perjalanan sejarah IPM telah mengalami dinamika sebagai
gerakan. Berawal dari Paradigma Tiga Tertib, yaitu Ibadah,
Belajar, dan Berorganisasi. Pada babak berikutnya IPM memiliki
Gerakan Kritis-Transformatif dan yang terahir ialah Gerakan Pelajar
Berkemajuan. Semua paradigma ini menentukan sikap IPM
ketika berhadapan dengan realitas sosial dan kebudayaan dalam
kehidupan.
Setelah kembalinya nama IRM ke IPM, pada babak selanjutnya
IPM berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan ilmu.
Gerakan ilmu dalam Muhammadiyah disebut Gerakan pencerahan
(tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk memberdayakan,
dan memajukan kehidupan. Bagi IPM, gerakan ilmu
sebagai praksis Gerakan Pelajar Berkemajuan dengan tiga pilarnya,
yaitu “Pencerdasan, Pemberdayaan, dan Pembebasan pelajar
dari problematikanya. Gerakan ilmu dihadirkan untuk memberikan
jawaban atas problem-problem kemanusiaan pelajar, berupa
kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan
lainnya yang bercorak struktural dan kultural
Khittah berisi tentang etos perjuangan IPM. Pertama, DasarDasar
Kepercayaan IPM, bahwa Tauhid adalah inti dari setiap
ajaran Islam dan keimanan yang benar kepada Allah. Adapun
prinsip ketuhanan, yaitu: Kesatuan penciptaan (Unity of creation)
Kesatuan kemanusiaan (unity of mankind) Kesatuan pedoman
hidup berdasarkan agama wahyu (unity of guidance) Kesatuan
tujuan hidup (unity of the purpose of life). Implementasi tauhid
ditafsirkan sebagai jalan menuju: Pencerahan, Pembebasan, dan
Kesemestaan/Universality.
Dalam mengolah, menata dan menentukan sikap gerakan
IPM, Islam sebagai penjelasan kerangka nalar dari pola wujud
asas organisasi ditransformasikan dengan titik tekan atas;
Ketuhanan/Ketauhidan, Pendidikan (Tarbiyah, Education) serta
Kemanusiaan dan Kebudayaan. Perangkat metodologis dalam menerjemahkan
sumber-sumber (asas-asas) normatif gerakan IPM,
yaitu dakwah amar ma’ruf nahi munkar (Q.S 3:104 untuk menuju
pada religiutas/kehidupan keagamaan, pemanusiaan (humanizing)
dan transformatif.
Sebuah gerakan, IPM memiliki nilai-nilai perjuangan untuk
mencapai tujuannya. Jika dalam SPI Hijau menjelaskan bahwa inti
dari paradigma IPM (Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif)
adalah kritis dan keadilan sosial (kritisisme). Dalam SPI ini
dengan paradigma Gerakan Pelajar Berkemajuan, intisari atau
orientasi ideologi IPM ialah “pandangan Islam Berkemajuan”. IPM
sebagai gerakan pelajar memperjuangkan nilai-nilai kemajuan
Islam. Pertama, ketahuidan, yaitu etos pengabdian kepada Allah.
Kedua, keilmuan, yaitu etos pengabdian kepada pengetahuan.
Ketiga, kemandirian, yaitu etos pengabdian kepada diri
sendiri. Keempat, nilai kekaderan, yaitu etos pengabdian kepada
sesama. IPM dalam berjuang harus pewarisan nilai perjuangan
atau kesinambungan gerakan. Kelima, nilai kemanusiaan, yaitu
Etos Pengabdian kepada Semesta (rahmatan lil alamin). Semua itu
dalam rangka menuju “Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya”
(MIYS) atau “Masyarakat Utama”.
Secara ontologis perkaderan IPM ialah tarbiyah (education,
menumbuhkan, memelihara) dan da’wah (mengajak, mengubah).
KH Ahmad Dahlan memberikan rumusan ontologis tentang hakikat
manusia yang memiliki “kehendak” dan “kebebasan” dengan
fitrah. Karena fitrah (potensi), maka harus ditumbuhkan (tarbiyah)
(Muarif, 2013). Terakhir, hakekat perkaderan di mata KH
Ahmad Dahlan sebagai jalan untuk mencapai tujuan manusia di
dunia dan akhirat).
Selanjutnya, epistemologi perkaderan IPM dapat diambil
dari gagasan KH Ahmad Dahlan tentang “agama nalar” dan “Islam
berkemajuan”. Dalam gagasan “agama nalar”, akal merupakan alat
untuk memahami ajaran Islam. Akal menjadi sumber ilmu pengetahuan
manusia setelah wahyu. Iqra’ sebagai manifestasi penggunaan
akal secara optimal dalam proses kaderisasi. Proses ini
disebut dengan enlightment (pencerahan, at-tanwirul qulub wal
uqul).
Dengan konsep Islam berkemajuan, KH. Ahmad Dahlan
berhasil melakukan gerakan amaliyah dengan paradigma integrasi-interkoneksi
ilmu. Pemahaman terhadap ajaran Islam tidak
ada yang mutlak, tetapi relatif mengikuti perkembangan zaman.
Adapun, tinjauan aksiologi, meminjam George F. Kneller
(1964: 26), nilai-nilai itu berada dalam segala aspek perkaderan.
Aksiologis, pemikiran KH Ahmad Dahlan tentang “agama nalar”,
“persatuan manusia”, dan “Islam berkemajuan” telah memberikan
rumusan nilai yang tidak dapat dipisahkan antara ilmu dan
tanggung jawab praksisme-gerakan IPM.
Seperangkat komponen atau unsur (materi, metode, evaluasi,
dan lain sebagainya) yang membentuk proses dalam kaderisasi
IPM. Karena perkaderan adalah proses kaderisasi, maka
segala aktivitas kader mengarah kepada tujuan IPM dan menyukseskan
gerakan IPM. Ada perbedaan konsekuensi antara kader
dan anggota. Karena kader ialah manusia elite dan terpilih. Di
siniah letak urgensi SPI dirumuskan untuk membentuk bagaimana
desain kader yang dibangun sesuai dengan cita-cita gerakan.
1. Sosialisasi SPI
2. Distribusi SPI
3. Uji Materiil (Pelaksanaan)
4. Pengawasan Pendampingan
Nûn, Demi Pena dan Apa yang Mereka Tulis.
Kata kunci yang dapat ditarik dari ayat tersebut
ialah Tinta, Pena, dan Tulisan. Tinta berarti tradisi
membaca, melek realitas (teks, hadlarah al-nash), pena
berarti tradisi mengikat ilmu atau etos kerja keilmuan
(sain, hadlarah al-‘ilm), dan tulisan berarti menyebar dan
mengamalkan ilmu pengetahuan sesuai dengan isu dan
masalah yang berkembang dan aktual (etika, hadlarah
al-falsafah). Gerakan IPM dituntut untuk mengembangkan
perkaderan perspektif Qur’ani, yakni perkaderan
yang utuh, yang menyeluruh domain, baik ilmu (kognitif),
amal (psokomotorik), akhlak (afektif), bahkan
iman (spiritualitas). Harapannya adalah kader yang dikonstruksi
IPM melalui SPI ini adalah kaderisasi yang
intergatif (nȗn), transformative (al-qalam), dan actual
(yasthurȗn).
Dasar filosofis perkaderan IPM dapat kita ambil
dari pesan Kyai Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya.
Kiyai berpetuah: Dadiyo kijahi sing kemadjoen, ojo kesel
anggomu nyambut gawe kanggo Moehammadijah. Jadilah
kyai yang berkemajuan, jangan pernah letih berjuang
untuk Muhammadiyah. Pesan tersebut mengandung tiga
makna filosofis sebagai dasar paradigma gerakan dan
falsafah perkaderan IPM. Pertama, kata “kiyai” mengandung
pesan keislaman-keulamaan, dan religiusitas-spiritual
serta kedalaman dan kesadaran ketuhanan yang
tinggi. Kedua, kata “berkemajuan” mengandung makna
berpikir ke kedepan atau progresif dan keluasan pandangan.
Jelas, menjadi sebuah kewajiban untuk memiliki
keluasan pandangan dan cakrawala berpikir. Semuanya
itu untuk mengangkat harkat dan martabat peradaban
umat manusia. Ketiga, ojo kesel anggomu nyambut gawe
kanggo Moehammadijah” memiliki makna etos kerja,
keluwesan bertindak, dan militansi. Hal ini penting untuk
menjadi arah dan orientasi untuk kaderisasi IPM.
Lokus gerakan dan basis massa IPM perlu menjadi
landasan kultural dan diperhatikan dalam perumusan
perkaderan IPM. Mayoritas basis massa IPM ialah pelajar
Indonesia, sementara Islam bersifat universal tidak
hanya di Arab. Bukan Islam arab, tetapi Islam yang
berkeindonesiaan. Sebagai gerakan dakwah pelajar,
dalam tubuh IPM melekat sekali antara keislaman dan
kemajuan. Sebagai organisasi kader di bawah naungan
Muhammadiyah pasti berhadapan dengan persoalan
kesenjangan budaya, yakni budaya lokal dan budaya
global. Oleh sebab itu, perkaderan IPM tidak mungkin
mengabaikan budaya lokal sebagai basis kultural, baik
dalam menerjemahkan nilai Islam maupun gerakan
pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga agama dan
ilmu pengetahuan memiliki fungsi dalam kehidupan
nyata.
Secara sosiologis, masyarakat Indonesia terdiri
dari beragam ras, suku, budaya, dan agama. Keberagaman
sering melahirkan konfliks yang mengancam
persatuan (integrasi) bangsa. Secara teologis, tidak ada
agama maupun budaya manapun yang membenarkan
perilaku agresif terhadap orang lain. Penafsiran keagamaan
yang skripturalistik-tekstualis, lepas dari konteks
kekinian tidak jarang melahirkan kader IPM yang
tidak mampu menyelesaikan konfliks di masyarakat. Hal
ini, bisa terjadi karena sistem perkaderan IPM yang
cederung mengembangkan materi keislaman, kemuhammadiyaan
dan keipman yang terpisah dari konteks
keragaman pelajar Indonesia dan konteks global. IPM
perlu menata kembali struktur materi perkaderan yang
lebih integratif dan interkonektif sesuai dengan perkembangan
paradigma masyarakat dan tubuh IPM sendiri.
Secara psikologis, sistem perkaderan IPM dibuat
untuk mensukseskan paradigma gerakannya, yang merupakan
respon realitas pada zamannya. Dengan “Gerakan
Pelajar Berkemajuan” (GPB) IPM menjadikan al-Quran
dan al-Sunnah sebagai alat untuk membaca realitas
dengan alat bantu ilmu pengetahuan sain, untuk merespon
permasalahan kehidupan sehari-hari dengan
prinsip etika yang obyektif. Pembacaan realitas dunia
secara pasrsial serta ekslusif terhadap tiga ranah
kelimuan, secara psikologis akan membahayakan. Apa
yang diyakini IPM (hadlarah al-Nash) tidak seharusnya
berbeda dengan ilmu (hadlarah al-‘ilm), dan juga tidak
boleh bertentangan dengan realitas yang dihadapi
sehari-hari (hadlarah al-falsafah). Pertentangan ketiga
ranah tersebut akan melahirkan personality disorder
(keterpecahan kepribadian) seorang kader. Kader yang
diharapkan IPM adalah generasi global yang berjiwa
Islam Berkemajuan. Sosok ideal kader IPM ialah pelajar
berkemajuan.
Tujuan perkaderan adalah batas akhir yang dicitacitakan
dalam usaha perkaderan IPM, yaitu mewujudkan
tujuan gerakan IPM. Dengan ditunjukkan adanya
perubah-an yang diinginkan dan diusahakan oleh proses
perka-deran, baik pada akhlak individu, dalam
kehidupan pri-badi atau kehidupan masyarakat dan alam
sekitarnya.
Tujuan perkaderan IPM yaitu membentuk kader
IPM yang kreatif dalam menganalisis dan menangani
problem-problem kemanusiaan pelajar di era globalisasi
dengan dikuasainya berbagai pendekatan keilmuan,
serta dilandasi dengan etika Islam yang obyektif dan alQur’an
dan al-Sunnah. Semua tindakannya dilakukan
untuk kemanusiaan tanpa memandang etnis, suku, ras,
golongan, dan agama.
Ruang lingkup meteri perkaderan, terutama al-Islam
dan Kemuhammadiyahan selama ini berkisar al-Qur’an dan
al-Hadits, Fiqih, Akhlak, dan Kemuhammadiyahan. Kelebihan
materi ini adalah sifatnya yang akademik, sedangkan kelemahannya
adalah kurang memfungsikan agama sebagai landasan
moral, motivasi hidup, dan spiritualitas dalam menghadapi
persoalan kehidupan.
Materi perkaderan IPM di sini mengedepankan aspek
humanistik (kemanusiaan) dan integratif dengan cara mengintegrasikan
al-Islam, Kemuhammadiyahan, dan Keipman
dengan berbagai dimensi kehidupan pelajar. Perkaderan IPM
menerapkan pola kurikulum berbasis integrasi dan interkoneksi
paradigma keilmuan, yaitu Hadharah Nash, Hadlarah
al-Ilm, dan Hadlarah ak-Falsafah, sehingga dibagi menjadi
materi Ideologis, materi metodologis, dan materi wawasanskill,
Keislaman
Al-Qur’an dan al-Hadits
Ibadah
Akhlak dan Tasawuf
Kemuhammadiyahan
Sejarah Muhammadiyah, Pemikiran dan Ajaran KH.
Ahmad Dahlan
Manhaj Tarjih Muhammadiyah
Masailul Khomsah (Masalah Lima) Muhammadiyah
Muqadimah Aanggaran Dasar Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
(MKCHM)
Dakwah Kultural Muhammadiyah
Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ)
Khittah Perjuangan Muhammadiyah: Palembang,
Dempasar, dan Ponorogo
Tafsir 12 Langkah Muhammadiyah
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
Zhawãhir al-Afkãr al-Muhammadiyyah’Abra Qarn min
al-Zamãn
Ke-IPM-an
Sejarah IPM
Identitas Gerakan IPM
Tiga T (Tertib Ibadah, Tertib Belajar, dan Tertib
Berorganisasi)
Khittah Perjuangan
Muqaddimah AD/ART
Kepribadian IPM
Lokus Gerakan dan Basis Massa
Kepribadian Kader
Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif
Gerakan Pelajar Kreatif: Strategi Kreatif
Gerakan Pelajar Berkemajuan: Paradigma Gerakan
Ilmu
Filsafat Ilmu
Filsafat Umum
Filsafat Islam
Gerakan Sosial Baru
Teori Sosial
Metodologi Analisis Sosial
Riset Pendekatan Appresiatif Inquiry
Teori-teori Pendidikan
Kepemimpinan dan Keorganisasian
Manajemen Organisasi
Administrasi Kesekretariatan dan Keuangan
Isu-isu/Problem Sosial-Budaya
Gender
Hak Asasi Manusia
Kebijakan Pendidikan
Lingkungan Hidup
Muatan Lokal
Firqah-firqah Islam
Mengenal Pemikiran Tokoh
a. Pendekatan Paedagogis-Apresiatif
Metode Paedagogis pada prinsipnya menekankan
pada pengisian materi atau bahan yang telah direncanakan
secara lebih sepihak dari fasilitator dan
penceramah kepada peserta. Dalam bahasa umum
disebut dengan pendekatan yang menekankan pada
internalisasi (ideologisasi), pengetahuan, nilai-nilai,
pola-pola sikap dan perilaku, serta keterampilan
dari subyek pendidik (fasilitator) kepada obyek didik
(peserta). Ciri-ciri metode Paedagogis antara
lain:
Bersifat indoktrinasi
Materi yang disajikan merupakan paket yang
direncanakan
Tekhnik yang diterapkan lebih sepihak, yakni
dari fasilitator atau pemateri untuk peserta/
sasaran
b. Pendekatan Andragogis-Partisipatif
Metode Andragogis adalah kebalikan dari paedagogis,
yakni metode yang lebih menekankan pada
pengembangan peserta secara lebih partisipatif
sesuai dengan potensi, kebutuhan dan masalah yang
dihadapi oleh peserta. Jadi sifatnya merangsang keterlibatan
aktif (partisipasi) peserta, bukan indoktrintif.
Ciri-ciri metode Andragogis antara lain:
Bersifat partisipasi, artinya peserta secara maksimal
terlibat aktif dalam proses perkaderan
Materi direncanakan sendiri oleh peserta secara
musyawarah/diskusi aktif
Hubungan antara pelatih/instruktur dan peserta/
partisipasipan bersifat pelayanan, dalam hal ini
peserta dipandang sebagai manusia dewasa yang
berpotensi
Tehnik yang diterapkan bersifat demokrasi, yakni
dari peserta untuk peserta.
c. Pendekatan Dialogis-Inklusif
Dialogis karena tidak ada lagi guru atau murid,
maka proses yang berlangsung bukan lagi proses
“mengajar-belajar” yang bersifat satu arah, tetapi
proses “multi-komunikasi” (intersubyektif) dalam
berbagai bentuk kegiatan dan media yang lebih memungkinkan
terjadinya dialog kritis antar semua
orang yang terlibat dalam proses pelatihan tersebut.
Ciri-ciri metode coperatif antara lain:
Tidak Menggurui
Tak ada “guru” dan tak ada “murid yang digurui
Fungsi guru adalah sebagai “fasilitator”, dan
bukan mengguri.
Hubungan antara guru-murid bersifat
‘multicommunication’ dan seterusnya.
Metode dalam perkaderan IPM menduduki posisi
sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata
berikut; “At-tariiqatu ahammu min al-maddah, alustaadzu
ahammu min al-thariiqah, wa tilmidlu ahammu
min al-ustadz” (metode lebih penting dari materi, guru
lebih penting dari metode, dan murid lebih penting dari
guru). Kiai Ahmad Dahlan menyatakan “Jadilah Guru
Sekaligus Murid”, maka dari itu IPM menggunakan
metode koperatif.
Metode koperatif ialah metode berbasis pada
sosial. Manusia sebagai makhluk sosial yang punya
hubungan interaktif satu sama lain.. Ada lima unsur
dalam metode koperatif:
a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
b. Personal resposibility (tanggungjawab perseorangan)
c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
d. Interpersonal skill (komunikasi antar-anggota)
e. Group processing (pemrosesan kelompok)
Teknik Metode Koperatif
Jigsaw
Think-Pair-Share
Numbered Heads Together
Group Investigation
Two Stay dan Two Stray
Make and Match
Listening Team
Inside-Outside Circle
Bamboo Dancing
Point-Counter-Point
The Power of Two
Terdapat enam jenis dasar dari media yaitu:
Secanggih apapun kemajuan di bidang teknologi, peran
fasilitator dan pendamping tetap penting dan tidak pernah
tergantikan. Sebagai role model, fasilitator dan pendamping
dituntut untuk memiliki integritas moral (kepribadian kader),
intelektual-keilmuan, dan spiritualitas yang tinggi, sehingga
mempu menjadi uswatun hasanah yang mampu mengilhami,
mengispirasi dan mencerahkan.
Fasilitator dan pendamping adalah tim yang berfungsi
untuk menangani langsung pengelolaan perkaderan sesuai
dengan tingkat masing-masing komponen dan jenjang pengkaderan.
Fasilitator Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati Taruna
Melati Satu (PKDTM_I) adalah mereka yang telah mengikuti
Taruna Melati I dan Pelatihan fasilitaor dan Pendamping
(PFP) I oleh PD IPM.
Fasilitator Pelatihan Kader Muda Taruna Melati Dua
(PKMTM_II) adalah mereka yang telah mengikuti Taruna
Melati II dan Pelatihan Fasilitaor dan Pendamping (PFP) II
yang diadakan PW IPM.
Fasilitator Pelatihan Kader Madya Taruna Melati Tiga
(PKMTM III), adalah mereka yang telah mengikuti Taru-na
Melati III dan Pelatihan Fasilitaor dan Pendamping (PFP)
II yang diadakan oleh PW IPM.
Fasilitator Pelatihan Kader Paripurna Taruna Melati
Empat (PKPTM IV), adalah mereka yang telah mengikuti
Taruna Melati Paripurna.
Tim Fasilitator terdiri atas:
Master of Training
Imam of Training
Pembantu Fasilitator
a. Master of Training:
Merumuskan kerangka acuan pelaksanaan program
training sebagai arah dan strategi training.
Merancang jadwal kerja dan persiapan teknis
lainnya.
Mengkoordinasikan implementasi arah dan strategi
training.
Mengatur fungsionalitas kerja tim.
Mengendalikan program training sesuai dengan
standar kualitas yang telah ditetapkan.
Mengevaluasi dan memberikan laporan kepada
pihak-pihak yang terkait.
b. Imam of Training:
Penanggung jawab pembinaan pelaksanan ibadah
mahdoh (tertib beribadah).
Penanggung jawab pembinaan akhlak peserta.
b. Anggota Fasilitator:
Menyiapkan instrument
Memimpin acara dan membantu peserta dalam
memahami isi materi
Membuat berita acara dalam setiap sesi.
Membimbing peserta dan mengamati
perkembangannya.
Membina ukhuwah antar peserta.
Mengevaluasi
Di era teknologi, informasi, dan komunikasi yang begitu
cepat, dan ke depan tentunya akan semakin canggih. Kedudukan
peserta adalah sebagai subyek, aktor, mitra fasilitator,
bukan obyek. Keberhasilan perkaderan akan sangat ditentukan
oleh kualitas pesertanya. Dalam perkaderan IPM, peserta
adalah setiap anggota IPM. Dalam memilih anggota yang diikutsertakan
dalam pengkaderan IPM diutamakan bagi mereka
yang memiliki kesadaran untuk mengikuti pengkaderan.
a. Pengkaderan tingkat satu adalah 50% dari jumlah
anggota.
b. Pengkaderan tingkat dua adalah 25% dari jumlah
anggota.
c. Pengkaderan tingkat tiga adalah 5% dari jumlah
anggota.
d. Pengkaderan tingkat utama adalah 0,25% dari
jumlah anggota
Untuk kriteria jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas)
peserta pada masing-masing komponen dan jenjang
pengkaderan ditentukan berdasar kekhususan dan
kepentingan masing-masing.
Yang menjadi sasaran dalam pengembangan di
dalam pelaksanaan pengkaderan pada umumnya meliputi
lima aspek:
a. Iman
Yakni aspek kejiwaan dan spiritual. Antara lain;
aspek semangat, motivasi, kesungguhan, keberanian,
kesadaran, tanggung jawab dan aspek-aspek mental
serta sikap lainnya.
b. Akhlak
Yakni aspek tingkah laku atau tindakan sehari-hari.
Antara lain; moral lisan atau perkataan, perbuatan,
disiplin, hubungan antar sesama, kreatifitas, sopan
santun dan lain-lain.
c. Amal
Yakni aspek kemampuan berketrampilan (skill)
Antara lain; ketrampilan memimpin, memecahkan
masalah, manajemen, berolahraga, berkomunikasi,
dan keterampilan yang bersifat teknis lainnya.
d. Ilmu
Yakni aspek nalar atau intelektualitas, penguasaan
pengetahuan dan informasi. Antara lain; kecerdasan
berfikir, ketajaman pengamatan, ketepatan analisa,
daya kritis dan lain-lainnya. keluasan wawasan, perbendaharaan
ilmu keagamaan, keorganisasian dan
ke-Muhammadiyahan serta bidang-bidang ilmu
pengetahuan dan informasi lain yang sifatnya
umum.
Yaitu suatu komponen awal yang berfungsi untuk
mengenalkan dan IPM sekaligus sebagai wahana recruitmen
anggota serta sebagai persiapan untuk memasuki
perkaderan Pelatian Kader Dasar Taruna Melati 1. Komponen
pra perkaderan ini selanjutnya disebut Forum
Taaruf dan Orientasi (FORTASI) atau Malam Bina Calon
anggota (MABICA) di ranting selain sekolah.
Yaitu komponen utama yang bersifat wajib dan
merupakan komponen pokok perkaderan IPM. Komponen
ini bersifat mengikat dan secara struktural menjadi
prasyarat tertentu. Secara berjenjang, perkaderan utama
terdiri dari tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
a. Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati Satu
b. Pelatihan Kader Muda Taruna Melati Dua
c. Pelatihan Kader Madya Taruna Melati Tiga
d. Pelatihan Kader Paripurna Taruna Melati Utama
Yaitu komponen perkaderan yang ditujukan dalam
rangka mendukung komponen utama dengan pendekatan
khusus. Komponen ini dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan kecakapan
khusus. Komponen perkaderan khusus terdiri dari:
a. Pelatihan Fasilitator Daerah
b. Pelatihan Fasilitator Wilayah
Yaitu komponen perkaderan yang dilaksanakan
untuk meningkatkan potensi kader sesuai dengan minat,
bakat, ketrampilan, keahlian dan kemampuan dalam
rangka mendukung keberhasilan proses kaderisasi
ikatan. Komponen perkaderan pendukung dilaksanakan secara integral dengan pelaksanakan aktivitas dan program
organisasi itu sendiri.
Keberhasilan kegiatan perkaderan secara teknis, tidak
tepisahkan dari peran dan tanggungjawab panitian penyelenggara
kegiatan perkaderan:
a. Penanggung jawab Pelatihan Kader Taruna Melati
Dasar Pimpinan Cabang/Pimpinan Ranting.
b. Penanggung jawab Pelatihan Kader Taruna Melati
Muda adalah Pimpinan Daerah.
c. Penanggung jawab Pelatihan Kader Taruna Melati
Madya adalah Pimpinan Wilayah.
d. Penanggung jawab Pelatihan Kader Taruna Melati
Paripurna adalah Pimpinan Pusat.
a. Sebagai pimpinan yang berhak dan bertanggung
jawab secara umum terhadap proses perkaderan.
b. Sebagai pemegang hak pemberian mandat dalam
pengelolaan teknis pelaksanaan perkaderan.
Yakni pihak yang diberi mandat atau dibentuk oleh
penanggung jawab untuk menangani pelaksanaan teknis
dan kepanitiaan pelaksanaan pengkaderan. Pimpinan
IPM ditingkat bawah atau tim yang dibentuk oleh
penanggung jawab sebagai panitia pelaksana. Tugas dan
Wewenang:
a. Wewenang Panitia
Bertanggung jawab dalam bidang kepanitiaan
Bertanggung jawab kepada pemberi mandat/
penanggung jawab.
b. Tugas Panitia
Pengadaan makalah
Penyiapan fasilitas sarana dan prasarana
Pengadaan dan pelayanan Konsumsi.
Penyediaan Logistik
Fasilitas pengkaderan IPM adalah segala kemudahan
yang terdiri atas prasarana, sarana, dan dana.
Ruang materi
Mushalla
Ruang tidur
Ruang makan
Kamar mandi/WC
Alat-alat tulis
Sound system, dan lain-lain
Sponsor dan Donatur
Lingkungan pengkaderan IPM adalah suasana sekitar
dimana suatu kegiatan pengkaderan dilakukan, baik di lingkungan
fisik maupun non-fisik. Dalam pengembangan perkaderan
perlu memperhatikan empat pilar lingkungan perkaderan.
Pusat perkaderan harus menyatukan komponen keluarga,
sekolah, masyarakat, dan masjid.
1. Keluarga : penanaman akhlak, etika dan moral
2. Sekolah : pengembangan intelektualitas dan tradisi
ilmiah
3. Masyarakat : penumbuhan sikap sosial dan praksisamaliyah
4. Masjid : pembiasaan dan penghayatan kesadaran
spiritualitas dan ketuhanan
Proses pengkaderan IPM adalah aspek yang sangat menentukan
keberhasilan pelaksaan pengkaderan IPM. Dalam
hal ini dikenal adanya tiga tahapan proses yang antara satu
dengan yang lainnya merupakan kesatuan yang sangat erat
dan saling mempengaruhi. Ketiga tahapan proses tersebut
meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut
(follow up).
a. Persiapan yang dilakukan oleh penanggung jawab:
Rapat pimpinan penanggung jawab guna menentukan
rencana dan langkah pelasanaan.
Menyampaikan informasi.
Menyiapkan tim fasilitator dan panitia pelaksana.
b. Persiapan yang dilakukan oleh tim Fasilitator dan
Pendamping:
Analisis kebutuhan organisasi dan peserta.
Menyusun rencana pengelolaan perkaderan
dengan membuat alur yang sistematis.
Identifikasi calon peserta.
Penetapan jadwal.
Menghubungi pembicara.
Membuat term of reference, silabus, dan RPP.
Pembagian tugas
c. Persiapan yang dilakukan oleh panitia pelaksana:
Pengadaan makalah.
Penyiapan fasilitas.
Pengecekan terakhir menjelang pelaksanaan dan
mengadakan pembenahan-pembenahan dimana
perlu.
a. Pelaksanaan Acara: Sedapat mungkin urut-urutan
jadwal sesuai dengan rencana. Jika hal tersebut tidak
mungkin maka dapat digeser sepanjang urut-urutan
penyajiannya tetap logis. Jika pembicara tidak hadir,
maka acara diisi oleh instruktur, untuk itu instruktur
harus senantiasa siap.
b. Pengelolaan dan pembinaan peserta secara kelompok
dan atau individual.
c. Evaluasi peserta, penceramah, fasilitator dan kepanitiaan.
Proses terpenting pasca pelatihan adalah proses
tindak lanjut dan pendampingan. Oleh karena itu, pada
perkaderan diperlukan langkah-langkah pendampingan
dan tindak lanjut sebagai berikut: Pengukuhan Tim Pendampingan,
Pendayagunaan dan Aktivitas Pendampingan.
Tahap ini meliputi:
a. Evaluasi tingkat keberhasilan peserta dalam pelaksanaan.
b. Penugasan peserta.
c. Pertemuan berkala.
d. Monitoring aktivitas peserta hingga saat penetapan.
e. Penentuan hasil akhir sesuai batas waktu masingmasing
komponen dan jenjang pengkaderan.
f. Penyerahan syahadah.
g. Transformasi kader di seluruh lini ikatan.
Evaluasi perkaderan adalah suatu teknik penilaian yang
dimaksudkan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai
dalam suatu kegiatan perkaderan. Evaluasi dilakukan untuk
menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta
menilai proses pelaksanaan perkaderan secara keseluruhan.
Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai dari
proses, input, dan out put.
Untuk evaluasi proses yaitu evaluasi pra-pelatihan,
pelatihan dan pasca-pelatihan. Evaluasi pra-pelatihan melalui
need assessment dan sosialisasi, waktu pelatihan melalui
evaluasi input (sumatif) yaitu evaluasi yang mengukur tingkat
pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan
dengan menggunakan instrumen pre dan post kontrak belajar,
dan pasca-pelatihan melalui uji out put melalui follow up
dan dilaporkan melalui yudisium. Adapun parameter keberhasilannya
akan diukur melalui:
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need
assessment dan sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan
untuk mendapatkan atau menilai kebutuhan materi
dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun evaluasi pra pelatihan
antara lain meliputi:
Fasilitator akan menilai aspek ini , dari segi apakah
warga belajar akan dapat memahami materi sesuai
dengan kontrak belajar, lalu dapat mengimplementasikan
dalam aktifitas-aktifitas selama pelatihan (baik dari
segi penugasan, games, bermain peran, sharing, dll.). Hal
ini dimaksudkan untuk memperoleh ilustrasi (mengukur
tingkat pengetahuan) sampai sejauh mana tujuan
masing-masing materi pelatihan (modul) dapat tercapai.
Bahan evaluasinya mencakup semua materi pelatihan
yang diberikan.
Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses
justru sangat ditentukan oleh pasca pelatihan itu sendiri.
Evaluasi pasca pelatihan ini meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi:
1) Tugas pribad. 2) Tugas kelompok atau tugas
warga belajar pasca-pelatihan dengan praktik mereka
semua pasca-pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu
memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung
target pelatihan di luar agenda follow up.
a. Fungsi administrasi:
Berguna sebagai penyusunan laporan perkaderan.
b. Fungsi Kelembagaan:
Sebagai laporan dari pengelola kepada penanggung
jawab.
c. Fungsi Peserta:
Sebagai ukuran tingkat penguasaan bahan/
materi yang telah didapatsebagai bahan untuk
mengetahui tingkat perkembangan diri peserta.
Sebagai bahan perbaikan lebih lanjut dalam
peningkatan kualitas peserta.
Sebagai bahan untuk mengidentifikasi kualitas
peserta.
Sebagai dasar penentuan kelulusan/keberhasilan
peserta.
d. Fungsi Fasilitator:
Sebagai bahan untuk menilai tingkat keberhasilan
pengelolaan
Sebagai bahan-bahan umpan balik untuk pengelolaan
berikutnya.
e. Fungsi Pelaksana:
Sebagai bahan untuk menilai tingkat keberhasilan
tugas-tugas kepanitiaan.
Sebagai umpan balik bagi kepanitiaan berikutnya.
a. Peserta:
Penilaian dapat digunakan secara lisan dan tulis.
Penilaian non-test bisa berupa paper, partisipasi
kelas, laporan, presentasi, portofolio, performance,
dan project.
Ada empat domain yang dievaluasi dalam proser
perkaderan IPM, yaitu ilmu amal, akhlak, dan iman,
sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel: Komponen Evaluasi Peserta
b. Pembicara:
Penguasaan materi
Bobot materi yang disampaikan
Cara penyajian
c. Fasilitator:
Penguasaan Materi
Kepemimpinan dan Keteladanan
Kemampuan Komunikasi
d. Panitia:
Ketepatan Jadwal
Penyediaan Sarana & Prasarana
Manajemen Kerja Panitia Pelaksana
a. Peserta oleh: Fasilitator
b. Pemateri oleh: Peserta dan Fasilitator
c. Fasilitator oleh: Peserta dan Sesama Fasilitator
d. Panitia oleh: Peserta, Fasilitator, Penanggung jawab
Demikianlah gambaran umum tentang perkaderan IPM
yang dirangkum dalam Sistem Perkaderan IPM. Semoga
mampu menjadikan landasan operasional dan prosedur
dalam melakukan kaderisasi di seluruh jenjang perkaderan
IPM.
P e l a t i h a n Kader Taruna Melati I adalah proses awal
atau dasar dari perkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah menuju
jenjang yang lebih lanjut. PKTM I menekankan pada dua aspek
proses, yaitu pertama, penanaman nilai-nilai Islam secara riil dan
pembentukan karakter kepemimpinan profetik kedua, pengenalan
diri untuk membangun visi kepemimpinan masa depan.
Pelatihan Kader Taruna Melati I dalam rangka mencapai
tujuannya mengandung empat proses penting: Pertama, need
assessment kader di tempat masing-masing, Kedua, sosialisasi dan
rekruitment, Ketiga, proses pelatihan, dan Keempat, follow up.
Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I menggunakan model
pelatihan yang lebih menekankan pada aspek conscientizaco atau
penyadaran pribadi dan kelompok akan nilai-nilai ke-Islaman
yang berkemajuan.
Tujuan dasar Pelatihan Kader Taruna Melati I adalah
proses pembentukan karakter kader (character building)
sebagai upaya penanaman nilai-nilai dasar gerakan dan etika
kepemimpinan IPM.
Tujuan khusus Pelatihan Kader Taruna Melati I ialah:
1. Terjadinya proses transformasi nilai kader sebagai perwujudan
Islam kehidupan sehari-hari, dimulai dari kesadaran
akan pribadi, kelompok dan masyarakat.
2. Terbentuknya pola pikir kader yag imajinatif, kreatif, dan
kontemplatif dengan melihat kehidupan secara positif,
optimis, dan berkemajuan.
3. Terjadinya proses kesadaran progresif akan dasar-dasar
ke-IPM-an dan Kemuhammadiyah-an sebagai pedoman
hidup untuk mencapai tujuan organisasi.
Al-Islam
Al-Quran dan Al-Hadits
Fiqih Ibadah (Thaharah dan Shalat)
Ke-Muhammadiyah-an
Sejarah Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
Ke-IPM-an
Sejarah IPM
Tiga Tertib (Ibadah, Belajar dan Berorganisasi) Kepribadian IPM
Kepribadian Kader
Psikologi Remaja
Sejarah Peradaban Islam 1
Intrepreneurship
Manajemen dan Kepemimpinan Organisasi
Isu-isu lingkungan hidup
Globalisasi
Pada dasarnya Pelatihan Kader Taruna Melati I ini ditujukan
bagi semua pimpinan atau calon pimpinan IPM di tingkat
ranting atau cabang. Akan tetapi, idealnya pelatihan maksimal
50 peserta dan rasio peserta dengan Fasilitator diharapkan
1 : 10.
a. Telah lulus Fortasi
b. Memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara
a. Sudah mengenal IPM dan Muhammadiyah lebih jauh
b. Jenjang SMP kelas 7 sampai SMA kelas 10 SMA
c. Telah memiliki persepsi dan motivasi sendiri
Fasilitator dalam PKTM 1 adalah yang berjiwa trainer
pada pelatihan. Bagi warga belajar PKTM I adalah tim trainer
yang telah mengikuti Training For Trainer oleh PD IPM,
sekurang-kurangnya:
1. 1 (satu) orang Master Of Training
2. 1 (satu) orang Imam of Training
3. 10 orang anggota
1. Proses Belajar
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan
gabungan antara azas pendidikan orang dewasa
(androgogy) dan paedagogi (pendidikan anak-anak) dan
mengikuti pendekatan aspresiatif. Fasilitator dalam hal
ini adalah sebagai trainer yang memiliki kemampuan
untuk menggali gagasan, mengkodifikasi masalah, dan
mampu memotivasi untuk membangkitkan semangat
serta menjadi teladan. Di samping itu fasilitator harus
mampu menciptakan suasana belajar di antara sesama
peserta dan mampu memotivasi peserta agar berperan
aktif dalam/selama proses belajar untuk meningkatkan
pengalaman dan penghayatan terhadap suatu materi
yang dibahas.
2. Metode Belajar
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini
diantaranya:
a. Pemanasan: Metode ini berfungsi untuk membina
suasana forum yang hangat dan gembira untuk
menarik perhatian peserta terhadap topik yang
dibahas.
b. Ceramah dan tanya jawab: Suatu cara memberikan
informasi kepada peserta yang berfungsi untuk
menjelaskan sesuatu. Tanya jawab merupakan suatu
cara untuk mengetahui apakah penjelasan sudah
jelas.
c. Diskusi kelompok: Berfungsi sebagai arena saling
bertukar informasi dan memecahkan masalah serta
arena cipta dan daya analisa.
d. Bermain peran (role play): Berfungsi sebagai
penumbuh spontanitas dan ekspresi serta mengembangkan
daya analisa dan pengamatan peserta
e. Simulasi: Berfungsi sebagai ekspresi spontanitas
peserta dan penumbuh daya analisa
f. Diskusi Pleno: Berfungsi sebagai arena saling pemantapan
pengalaman, saling tukar pengalaman dan
analisa hasil karya pribadi/kelompok serta terwujudnya
kesimpulan bersama
g. Studi kasus: Berfungsi sebagai arena saling tukar
informasi dan memecahkan masalah bersama
h. Curah pendapat/sharing: Berfungsi membangkitnya
keberanian peserta untuk mengungkapkan pendapat
dan perasaannya.
i. Ice Breaker: Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan
pada saat paltihan berlangsung.
3. Media Belajar
Media belajar yang dipergunakan untuk kelancaran
pelatihan relawan pendampingan anak korban konflik
dengan pendidikan partisipatori andragogi adalah:
Pelatihan Kader Taruna Melati I dilaksanakan di ranting,
desa atau kecamatan. Pemilihan lokasi/tempat pelatihan
mempertimbangkan fasilitas yang memungkinkan untuk proses
pelatihan.
Pelatihan berlangsung selama 3 hari terdiri dari kegiatan:
1. Perjalanan datang dan pulang
2. Pembukaan dan penutupan
3. Belajar dan training
Penyelenggara pelatihan adalah PC IPM atau PR
IPM bidang Perkaderan di masing-masing kecamatan
atau ranting. Pelatihan ini juga dapat dilaksankan bersama-sama
antara Pimpinan Ranting atau Pimpinan
Cabang. Bidang perkaderan membentuk panitia penyelenggara
terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan
Pembantu dan dalam proses pengelolaan pelatihan
bekerja sama dengan Tim Fasilitator Daerah IPM.
a. Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan
b. Menyusun kepanitiaan pelatihan
c. Menetapkan trainer pelatihan
d. Bersama trainer menyiapkan materi, media dan sarana
yang akan digunakan dalam penyajian materi
latihan
e. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses e. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses kegiatan
trainer sejak awal sampai akhir
f. Melakukan pendampingan pasca-training
Manual pelatihan disusun berdasarkan alur logis perencanaan
dan pengelolaan pelatihan. Adapun perencanaan dan
pengelolaan Pelatihan Kader Dasar TM I dapat diikuti melalui
Pelatihan Fasilitator dan Pendamping I. Adapun contoh dari
susunan manual acara sebagaimana berikut:
Proses terpenting pasca-pelatihan adalah proses tindak
lanjut dan pendampingan. Oleh karena itu, pada Pelatihan
Kader Dasar Taruna Melati I diperlukan langkah-langkah pendampingan
dan tindak lanjut sebagai berikut:
Pimpinan Cabang atau Pimpinan Daerah menetapkan
surat keputusan bagi pendamping pasca pelatihan
berdasarkan usulan dari warga belajar.
Pendamping pasca-pelatihan agar mengikuti prosedur
dalam melaksanakan pendampingan sebagai berikut:
a. Melakukan aktifitas pendampingan dengan berinteraksi
baik langsung maupun tidak langsung kepada
warga belajar secara kontinyu berdasarkan tujuan
dan target PKD TM I.
b. Mendorong warga belajar membentuk jaringan
informasi berdasarkan agenda yang telah disepakati
(leaflet, buletin, jaringan) berkaitan dengan pengembangan
wacana dan aktivitas warga belajar untuk
mencapai target PKD TM I.
c. Memfasilitasi dan mendampingi komunitas kreatif
pasca-pelatihan seperti, Komunitas Matematika, Komunitas
Kimiah, Komunitas Pecinta Alam, Komunitas
Bersepeda, Komunitas Futsal, dan lain-lain.
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan
cara:
a. Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan
informasi masing-masing sebagaimana dalam
rencana follow up.
b. Pertemuan rutin dengan tema sebagaimana yang
disepakati oleh kelompok warga belajar dalam rangka
mengembangkan wacana dan menambah kemampuan
sebagaimana tujuan dan target PKD TM I.
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need
assessment dan sosialisasi. Evaluasi di sini dimaksudkan
untuk mendapatkan atau menilai kebutuhan materi dalam
pelaksanaan pelatihan. Adapun evaluasi pra-pelatihan
antara lain meliputi:
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis kebutuhan
kader yang disesuaikan dengan kapasitas
kemampuan kader dalam meyerap materi dan
kebutuhan calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui
workshop fasilitator dengan pimpinan setempat
yang telah memiliki kualifikasi fasilitator.
Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui
aspek sebagai berikut:
a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman
Waktu Pelatihan
Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi
apakah warga belajar akan dapat memahami materi
sesuai dengan kontrak belajar, lalu dapat mengimplementasikan
dalam aktifitas-aktifitas selama pelatihan
(baik dari segi penugasan, games, bermain peran,
sharing, dll). Hal ini dimaksudkan untuk mem-
peroleh ilustrasi (mengukur tingkat pengetahuan)
sampai sejauh mana tujuan masing-masing materi
pelatihan (modul) dapat tercapai. Bahan evaluasinya
mencakup semua materi pelatihan yang diberikan.
b. Aspek Instrumentasi (Alat Bantu) Evaluasi
Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian
maka, dibutuhkan instrumen sbb:
Pree-Test (tes awal) & Post-Test (tes akhir).
Catatan Harian Peserta
Lembar Evaluasi Materi
Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses
justru sangat ditentukan oleh pasca pelatihan itu sendiri.
Evaluasi pasca pelatihan ini meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi:
1) Tugas pribadi. 2) Tugas kelompok atau tugas
warga belajar pasca-pelatihan dengan praktik mereka
semua pasca-pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu
memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung
target pelatihan di luar agenda follow up.
Pedoman yang berisi tentang Pelatihan Kader Muda
Taruna Melati I merupakan pegangan bagi fasilitator dan
pendamping tingklat I. Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi daerah tersebut berdasarkan
analisis kebutuhan kader setempat. Pedoman ini wajib digunakan
melalui metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu harus digunakan secara disiplin dan
konsisten. Sifatnya yang lentur menuntut masing-masing
level pimpinan dan fasilitator kreatif mengelola pelatihan
dengan tetap berpegang pada target dan tujuan masingmasing
level pelatihan kader.
P e l a t i h a n Kader Taruna Melati II adalah proses
transisi dari perkaderan IPM menuju jenjang yang lebih lanjut.
PKM TM II menekankan pada dua aspek proses, yaitu pertama,
pemahaman, pengamalan, pendalaman Islam secara riil dan
kedua, pengembangan kreatifitas dan ketrampilan. Maksud pemahaman,
pengamalan, dan pendalaman Islam secara riil adalah
adanya kesadaran kader untuk mengkaji dan mengamalkan
Islam ke dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Masing-masing proses memiliki tahapan dan mekanismenya
sendiri-sendiri yang disesuaikan berdasarkan target dan tujuan
tiap pelatihan dan jenjang pengkaderan IPM. PKTM II menggunakan
model pelatihan yang lebih menekankan pada aspek conscientizaco
(penyadaran), yaitu penyadaran akan pentingnya berkelompok
untuk menggerakkan Islam serta secara kritis dan progresif.
Dengan demikian proses pelatihan ditekankan pada proses
humanizing dan kreatifitas kelompok untuk mencapai target
dan tujuan.
Tujuan umum Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II
adalah proses pembentukan konstruksi berpikir kader yang
mampu membaca, menganalisis problem-problem kemanu-
siaan pelajar, dan menawarkan solusi dalam bentuk gagasan,
advokasi, gerakan maupun karya kreatif.
1. Terjadinya proses transformasi kesadaran keimanan dan
keislaman kader yang manifes dalam kehidupan kelompok,
yang dimulai dari kesadaran akan pentingnya berkelompok
dan bermasyarakat sebagai wujud dari keshalehan
sosial.
2. Terjadinya kesadaran kritis dalam melihat struktur masyarakat
sekitar dan memiliki kerangka metodologis berpikir
yang kritis dan progresif untuk menganalisis dan
melakukan perubahan social masyarakat.
Al-Islam
Al-Quran dan Al-Hadits
Fiqih Ibadah (Puasa)
Ke-Muhammadiyah-an
Muqaddimah AD.ART Muhammadiyah
MKCH
12 Langkah Muhammadiyah
Ke-IPM-an
Gerakan Pelajar Berkemajuan
Gerakan Pelajar Kreatif (Strategi Kreatif)
Muqaddimah AD.ART
Kepribadian Kader
Analisa Sosial
Appresiatif Inquiry
Sejarah Peradaban Islam 2
Hak Asasi Manusia
Gender
Analisis Kebijakan Pendidikan
Pada dasarnya Pelatihan Kader Muda Taruna Melati II
ini ditujukan bagi semua kader IPM yang telah mengikuti PKD
TM I. Akan tetapi, prosedur pelatihan menuntut maksimal 40
orang. Oleh karena itu, jika pendaftar melebihi dari 40 orang,
maka harus diadakan kualifikasi peserta sebelum satu
minggu–satu bulan acara pelatihan berlangsung.
Kualifikasi peserta ditentukan oleh pengelola pelatihan
(Tim Trainer/Fasilitator) setempat dengan mempertimbangkan
pada:
1. Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar-peserta.
2. Paket materi ditentukan berdasarkan hasil kualifikasi
rata-rata peserta.
3. Jika terdapat peserta yang diskualifikasi, maka harus
didaftar sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain
untuk mengikuti pelatihan kader dasar selanjutnya.
4. Jika peserta kekurangan, maka peserta diskualifikasi
diperbolehkan mengikuti forum dan jika memiliki perkembangan
yang baik secara langsung bisa menjadi
peserta.
Fasilitator atau Pendampingan pada pelatihan bagi
warga belajar PKM TM II adalah Tim Fasilitator dan Pendampingan
yang telah mengikuti Pelatihan Fasilitator dan Pendampingan
II.
1. 1 (satu) orang Master Of Training
2. 1 (satu) orang Imam of Training
3. 8 orang anggota
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan
azas pendidikan orang dewasa (andragogi) dan mengikuti
pendekatan partisipatori. Latihan yang berdasarkan
partisipatoris andragogi ini menempatkan peserta
sebagai orang yang telah memiliki bekal pengetahuan,
pengalaman, keterampilan serta bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri dan kesadaran kelompoknya.
Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta adalah
sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan ini.
Pelatih dalam hal ini adalah sebagai fasilitator yang
memiliki kemampuan untuk menggali gagasan, mengkodifikasi
masalah, dan mensistematisasi masalah peserta
berdasarkan metodologi pelatihan dan menciptakan kondisi
bagaimana peserta menyelesaikan maslahnya sendiri.
Di samping itu fasilitator harus mampu menciptakan
suasana belajar di antara sesama peserta dan mampu
memotivasi peserta agar berperan aktif dalam/selama
proses belajar untuk meningkatkan pengalaman dan
penghayatan terhadap suatu materi yang dibahas.
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini
diantaranya:
a. Pemanasan
Metode ini berfungsi untuk membina suasana forum
yang hangat dan gembira untuk menarik perhatian
peserta terhadap topik yang dibahas.
b. Ceramah dan Tanya Jawab
Suatu cara memberikan informasi kepada peserta
yang berfungsi untuk menjelaskan sesuatu. Tanya
jawab merupakan suatu cara untuk mengetahui
apakah penjelasan sudah jelas.
c. Diskusi Kelompok
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi
dan memecahkan masalah serta arena cipta dan
daya analisa.
d. Bermain Peran (Role Play)
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi
serta mengembangkan daya analisa dan pengamatan
peserta
e. Simulasi
Berfungsi sebagai ekspresi spontanitas peserta dan
penumbuh daya analisa
f. Diskusi Pleno
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman,
saling tukar pengalaman dan analisa hasil
karya pribadi/kelompok serta terwujudnya kesimpulan
bersama
g. Studi Kasus
Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan
memecahkan masalah bersama
h. Curah Pendapat/Sharing
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk
mengungkapkan pendapat dan perasaannya.
i. Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat
pelatihan berlangsung.
j. Praktek Lapangan
Berfungsi untuk menguji dan mengolah kemampuan
forum peserta dengan praktek di lapangan. Pelatihan Kader Madya Taruna Melati III dilaksanakan
di daerah otonom atau provinsi. Pemilihan lokasi/tempat
pela-tihan mempertimbangkan fasilitas yang memungkinkan
un-tuk proses pelatihan.
Pelatihan berlangsung selama 5 hari terdiri dari
kegiatan:
1. Perjalanan datang dan pulang.
2. Pembukaan dan penutupan.
3. Belajar dan berlatih.
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Wilayah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Bidang Perkaderan di masing-masing
provinsi. Pelatihan ini juga dapat dilaksankan
bersama-sama antara Pimpinan Wilayah terdekat.
Bidang Perkaderan membentuk panitia penyelenggara
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan
pembantu dan dalam proses pengelolaan pelatihan
bekerja sama dengan Tim Fasilitator dan Pendampingan
Kader PW IPM.
Manual pelatihan disusun berdasarkan alur logis perencanaan
dan pengelolaan pelatihan. Adapun perencanaan dan
pengelolaan Pelatihan Kader Madya TM III dapat diikuti
melalui Pelatihan Fasilitator dan Pendamping II. Adapun
contoh dari susunan manual acara sebagaimana berikut:
Proses terpenting pasca-pelatihan adalah proses tindak
lanjut dan pendampingan. Oleh karena itu, pada Pelatihan
Kader Madya Taruna Melati III diperlukan langkah-langkah
pendampngan dan tindak lanjut sebagai berikut:
Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Daerah menetapkan
surat keputusan bagi pendamping pasca-pelatihan
berdasarkan usulan dari warga belajar.
Kegiatan pendampingan dapat dilakukan dengan cara:
a. Temu warga belajar untuk memberikan perkembangan
informasi masing-masing sebagaimana dalam
rencana follow up.
b. Kursus periodik dengan tema sebagaimana yang
disepakati oleh kelompok warga belajar dalam rangka
mengembangkan wacana dan menambah kemampuan
sebagaimana tujuan dan target PKM TM
III.
Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai
dari proses, input dan out put. Untuk Pelatihan Kader Madya
Taruna Melati III akan menggunakan evaluasi proses yaitu
evaluasi pra pelatihan, pelatihan, dan pasca-pelatihan. Evaluasi
pra-pelatihan melalui need assessment dan sosialisasi,
waktu pelatihan melalui evaluasi in put (sumatif) yaitu
evaluasi yang mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap
materi yang disajikan dengan menggunakan instrumen
pre dan post kontrak belajar, dan pasca-pelatihan melalui uji
out put melalui follow up dan dilaporkan melalui yudisium.
Adapun parameter keberhasilannya akan diukur melalui:
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need
assessment dan sosialisasi. Evaluasi disini dimaksudkan
untuk mendapatkan atau menilai kebutuhan materi
dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun evaluasi pra-pelatihan
antara lain meliputi:
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis
kebutuhan kader yang disesuaikan dengan kapasitas
kemampuan kader dalam meyerap materi dan kebutuhan
calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui
workshop fasilitator dengan Pimpinan setempat
yang telah memiliki kualifikasi fasilitator.
Keberhasilan Materi Pelatihan akan diukur melalui
aspek:
a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman
Waktu Pelatihan
Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi apakah
warga belajar akan dapat memahami materi sesuai
dengan kontrak belajar, lalu dapat mengimplementasikan
dalam aktifitas-aktifitas selama pelatihan
(baik dari segi penugasan, games, bermain peran,
sharing, dll.). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
ilustrasi (mengukur tingkat pengetahuan) sampai
sejauhmana tujuan masing-masing materi pelatihan
(modul) dapat tercapai. Bahan evaluasinya
mencakup semua materi pelatihan yang diberikan.
b. Aspek Instrumentasi (Alat Bantu) Evaluasi
Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian
maka, dibutuhkan instrumen sbb: Pree-test (tes
awal) & Post-test (tes akhir); Catatan Harian Peserta;
dan Lembar Evaluasi Materi. Evaluasi Pasca-Pelatihan
Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses
justru sangat ditentukan oleh pasca pelatihan itu
sendiri. Evaluasi pasca-pelatihan ini meliputi:
Konsistensi antara agenda follow up yang
meliputi: 1) Tugas pribadi. 2) Tugas kelompok
atau tugas warga belajar pasca-pelatihan dengan
praktik mereka semua pasca-pelatihan.
Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar
mampu memberikan pengembangan aktivitas
yang mendukung target pelatihan di luar agenda
follow up.
Buku ketiga yang berisi tentang Pelatihan Kader Madya
Taruna Melati III yang dilengkapi dengan modul ini merupakan
pegangan bagi fasilitator dan pendamping tingklat II.
Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi daerah tersebut berdasarkan analisis kebutuhan
kader setempat.
Pelatihan Kader Purna Taruna Melati Utama adalah
proses purna dari perkaderan IPM. PKP TM U menekankan
pada dua aspek proses, yaitu pertama, merumuskan dan
membangun wacana IPM dan Islam Berkemajuan di Era
Kontemporer dan kedua, merumuskan isu dan agenda
strategis gerakan IPM di tingkat lokal, nasional, dan
internasional. Sehingga mampu mengkonstruksi berpikir
kader yang pluralis dan mondial.
PK TM U tujuannya mengandung empat proses penting:
Pertama, need assessment kader di tempat masing-masing,
kedua, sosialisasi dan rekruitmen, ketiga, proses pelatihan,
dan keempat, follow up. Masing-masing proses memiliki
tahapan dan mekanismenya sendiri-sendiri yang disesuaikan
berdasarkan target dan tujuan dari pelatihan dan jenjang
pengkaderan IPM. Pelatihan Kader Purna Taruna Melati
Utama menggunakan model pelatihan yang lebih menekankan
pada aspek enlightment atau pencerahan, yaitu pencerahan
nalar atau pikiran kritis-kreatif-progresif untuk memetakan
gerakan Islam sehingga memiliki cara pandang strategis
dalam menggerakkan Islam di masyarakat.
Pelatihan Kader Taruna Melati Utama menggunakan
model pelatihan yang lebih menekankan pada aspek enlight ment atau pencerahan, yaitu pencerahan otak dan hati/jiwa
dengan pendekatan integratif-humanistik dan mengedepankan
pembentukan karakter kader yang berkemajuan/progresif.
Dengan demikian proses pelatihan ditekankan pada
proses humanizing, workshop metodologi dan praktek
untuk mencapai target dan tujuan.Tujuan umum Pelatihan Kader Purna Taruna Melati
Utama adalah proses perumusan pemikiran kader mengenai
masalah IPM dan ke-Islaman serta pembangunan isu strategis
berkait dengan gerakan IPM dalam kancah lokal, nasional dan
internasional rangka mendukung tujuan IPM dan Muhammadiyah.
Setelah pelatihan diharapkan mampu menjadi Kader
yang mampu berpikir dan bertindak universal, global, maupun
lokal untuk membela kepentingan pelajar serta berinteraksi
dan membela kepentingan pelajar tanpa memandang
latar belakang golongan, agama, ras, suku, dan budaya. Semuanya
untuk kepentingan kemanusiaan.
Pelatihan Kader Purna Taruna Melati Utama bertujuan:
Terjadinya proses kesadaran progresif untuk merumuskan
pemikiran IPM kontemporer dan keislaman yang
yang berkemajuan di era globalisasi baik secara praksis
maupun teoritis.
Terjadinya proses kesadaran prosesif dalam membaca
dan memahami realitas sebagai wahana untuk merumuskan
isu dan gerakan strategis IPM dalam kancah lokal,
nasional dan internasional.
Agama
Ke-Muhammadiyah-an
Ke-IPM-an
Filsafat dan Logika
Ideologi-Ideologi Sosial
Metodologi Metodologi Ansos
Metodologi Metodologi Apresiatif Inquiry
Cultural Studies
Internasional Law
Praktek Sosial
Civil Society
Pada dasarnya Pelatihan Kader Purna Taruna Melati
Utama ini ditujukan bagi semua kader IPM yang telah mengikuti
PKM TM III. Akan tetapi, prosedur pelatihan menuntut
maksimal 30 orang. Oleh karena itu, jika pendaftar melebihi
dari 30 orang, maka harus diadakan kualifikasi peserta sebelum
satu minggu–satu bulan acara pelatihan berlangsung.
Kualifikasi peserta ditentukan oleh pengelola pelatihan (Tim
fasilitator) setempat dengan mempertimbangkan pada:
Meminimalisir kesenjangan pengetahuan antar-peserta.
Paket materi ditentukan berdasarkan hasil need assessment
dan kualifikasi potenisal atau kecenderungan ratarata
peserta.
Jika terdapat peserta yang diskualifikasi, maka harus
didaftar sebagai anggota dan dikelola dalam forum lain
untuk mengikuti pelatihan kader dasar selanjutnya.
Jika peserta kekurangan, maka peserta diskualifikasi diperbolehkan
mengikuti forum dan jika memiliki perkembangan
yang baik secara langsung bisa menjadi peserta.
a. Telah lulus Pelatihan Kader Taruna Melati III
b. Mendapat mandat dari pimpinannya.
c. Memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh
penyelenggara.
d. Motivasi sendiri.
Fasilitator atau Pendampingan pada pelatihan bagi
warga belajar PKP TM U adalah Tim Fasilitator telah mengikuti
PKP TM U dan tergabung dalam Lembaga Korp Fasilitator
Nasional.
Proses belajar dalam pelatihan ini menggunakan
azas pendidikan orang dewasa (androgogi) dan
mengikuti pendekatan partisipatori. Latihan yang berdasarkan
partisipatori andragogi ini menempatkan peserta
sebagai orang yang telah memiliki bekal pengetahuan,
pengalaman, keterampilan serta bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri dan kesadaran kelompoknya.
Pengalaman dan potensi yang ada pada peserta
adalah sumber yang perlu digali dalam proses pelatihan
ini.
Metode belajar yang digunakan dalam pelatihan ini
diantaranya:
a. Ceramah dan Tanya Jawab
Suatu cara memberikan informasi kepada peserta
yang berfungsi untuk menjelaskan sesuatu. Tanya
jawab merupakan suatu cara untuk mengetahui
apakah penjelasan sudah jelas.
b. Diskusi Kelompok
Berfungsi sebagai arena saling bertukar informasi
dan memecahkan masalah serta arena cipta dan
daya analisa.
c. Bermain Peran (Role Play)
Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan
ekspresi serta mengembangkan daya analisa dan
pengamatan peserta.
d. Simulasi
Berfungsi sebagai ekspresi spontanitas peserta dan
penumbuh daya analisa.
e. Diskusi Pleno
Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman,
saling tukar pengalaman dan analisa hasil
karya pribadi/kelompok serta terwujudnya kesimpulan
bersama.
f. Studi Kasus
g. Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan
memecahkan masalah bersama.
h. Curah Pendapat/Sharing
Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk
mengungkapkan pendapat dan perasaannya.i. Ice Breaker
Berfungsi untuk memecahkan kejenuhan pada saat
pelatihan berlangsung.
j. Workshop
Berfungsi untuk merumuskan masalah pasca target
materi telah didapat yang dilaksanakan di saat harihari
akhir pelatihan berlangsung.
Pelatihan Kader Taruna Melati Utama dilaksanakan di
daerah otonom atau provinsi. Pemilihan lokasi/tempat
pelatihan mempertimbangkan fasilitas yang memungkinkan
untuk proses pelatihan. Pelatihan berlangsung selama 7 hari.
Penyelenggara pelatihan adalah Pimpinan Pusat
Ikatan Pelajar Muhammadiyah Bidang Perkaderan.
Bidang Perkaderan membentuk panitia penyelenggara
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan pembantu
dalam proses pengelolaan pelatihan bekerka sama
dengan Tim Fasilitator dan Pendampingan Kader PP IPM.
a. Menyusun kerangka kerja dan jadwal pelatihan
b. Menyusun kepanitiaan pelatihan
c. Menetapkan fasilitator pelatihan
d. Bersama fasilitator menyiapkan materi, media dan
sarana yang akan digunakan dalam penyajian materi
latihan
e. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi proses
kegiatan pelatihan sejak awal sampai akhir
f. Melakukan pendampingan pasca-training.
Kurikulum pelatihan bersifat fleksibel. Sangat bergantung
dari hasil proses need assessment, sosialisasi, dan
workshop kebutuhan materi PKP TMU.
Proses terpenting pasca-pelatihan adalah proses tindak
lanjut. Oleh karena itu, pada Pelatihan Kader Purna Taruna
Melati Utama diperlukan langkah-langkah follow up sesuai
dengan kebutuhan dan kesepakatan peserta dengan Korps
Fasilitator dan Bidang Perkaderan PP IPM.
Keberhasilan suatu kegiatan pelatihan dapat dinilai
dari proses, input dan out put. Untuk Pelatihan Kader Madya
Taruna Melati III akan menggunakan evaluasi proses yaitu
evaluasi pra-pelatihan, pelatihan, dan pasca-pelatihan. Evaluasi
pra-pelatihan melalui need assessment dan sosialisasi,
waktu pelatihan melalui evaluasi in put (sumatif) yaitu
evaluasi yang mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap
materi yang disajikan dengan menggunakan instrumen
pre dan post kontrak belajar, dan pasca-pelatihan melalui uji
out put melalui follow up dan dilaporkan melalui yudisium.
Adapun parameter keberhasilannya akan diukur melalui:
Evaluasi ini diberikan setelah dilakukannya need
assessment dan sosialisasi. Evaluasi disini dimaksudkan
untuk mendapatkan atau menilai kebutuhan materi
dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun evaluasi prapelatihan
antara lain meliputi:
a. Menilai calon warga belajar bedasarkan analisis
kebutuhan kader yang disesuaikan dengan kapasitas
kemampuan kader dalam meyerap materi dan kebutuhan
calon warga belajar.
b. Uji rencana materi dan metodologi pelatihan melalui
workshop fasilitator dengan pimpinan setempat
yang telah memiliki kualifikasi fasilitator.
Keberhasilan materi pelatihan akan diukur melalui
aspek:
a. Aspek Penilaian Aktifitas dan Pemahaman
Waktu Pelatihan
Fasilitator akan menilai aspek ini, dari segi apakah
warga belajar akan dapat memahami materi sesuai
dengan kontrak belajar, lalu dapat mengimplementasikan
dalam aktifitas-aktifitas selama pelatihan
(baik dari segi penugasan, games, bermain peran,
sharing, dll.). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
ilustrasi (mengukur tingkat pengetahuan)
sampai sejauh mana tujuan masing-masing materi
pelatihan (modul) dapat tercapai. Bahan evaluasinya
mencakup semua materi pelatihan yang diberikan.
b. Aspek Instrumentasi (Alat Bantu) Evaluasi
Untuk dapat mengukur kesempurnaan penilaian
maka, dibutuhkan instrumen:
Lembar Transkripsi Harian Forum.
Lembar Transkripsi Evaluasi Harian.
Lembar Transkripsi Harian Kelompok.
Keberhasilan suatu pelatihan dalam definisi proses
justru sangat ditentukan oleh pasca-pelatihan itu sendiri.
Evaluasi pasca-pelatihan ini meliputi:
a. Konsistensi antara agenda follow up yang meliputi:
1) Tugas pribadi. 2) Tugas kelompok atau tugas
warga belajar pasca-pelatihan dengan praktik mereka
semua pasca-pelatihan.
b. Inovasi, yaitu seberapa jauh warga belajar mampu
memberikan pengembangan aktivitas yang mendukung
target pelatihan di luar agenda follow up.
Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan
semuanya sudah siap mulai dari peserta, pembicara/
fasilitator, tempat, bahan-bahan, dan sarana penunjang pelatihan
seperti plano, spidol, alat peraga, dll., sampai dengan
konsumsi. Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara
memantau jalannya pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan
menyiapkan konsumsi pada saat istirahat. Selama pelaksanaan
pelatihan sebaiknya dibuat foto dokumentasi untuk kejadian-kejadian
yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik,
misalnya pada saat simulasi, diskusi, acara pembukaan, dan
penutupan pelatihan.
Pedoman keempat yang berisi tentang Pelatihan Kader
Taruna Melati Utama yang dilengkapi dengan modul ini
merupakan pegangan bagi fasilitator dan pendamping pascaworkshop
evaluasi SPI. Pada pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi berdasarkan analisis kebutuhan
kader.
Buku ketiga ini wajib digunakan melalui metodologi
yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu harus
digunakan secara disiplin dan konsisten. Sifatnya yang lentur
menuntut masing-masing level pimpinan dan fasilitator kreatif
mengelola pelatihan dengan tetap berpegang pada target
dan tujuan masing-masing level pelatihan kader.Pelatihan Fasilitator dan Pendamping adalah komponen
pendukung Sistem Pengkaderan IPM (SPI) yang diselenggarakan
dalam kesatuan waktu tertentu untuk mempersiapkan
fasilitator dan pendamping yang mampu mengelola
perkaderan IPM.
Perlu ada komponen pendukung SPI yang mempersiapkan
fasilitator sebagai pengelola pelaksanaan kegiatan
perkaderan.
Terbentuknya fasilitator yang mampu mengelola
pengkaderan IPM.
PFP diselenggarakan dalam dua jenjang, yaitu:
a. Jenjang Pertama : Pelatihan Fasilitator dan Pendamping
I
b. Jenjang Kedua : Pelatihan Fasilitator dan Pendamping
II
Penetapan waktu pelaksanaan pelatihan pada dasarnya
sangat bervariasi dan tergantung kepada kondisi
sekolah. Dalam menentukan jadwal, sebaiknya mempertimbangkan
pula berbagai kegiatan lain yang mungkin
dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan, demikian
juga mengenai kondisi para peserta, pada saat mengikuti
kegiatan. Kegiatan sebaiknya tidak dilaksanakan pada
saat masa ujian, dll.
Sarana termasuk alat bantu yang akan digunakan
sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan materi/modul
yang akan disampaikan, misalnya poster, alat peraga.
Demikian pula dengan ruangan tempat pelatihan hendaknya
dapat menampung seluruh peserta pelatihan
dengan baik, atau idealnya 1 kelas + 20 – 30 peserta.
Pemanggilan/undangan peserta pelatihan menjadi
salah satu kunci sukses penyelenggaraan pelatihan,
untuk itu persiapannya harus dilakukan dalam waktu
yang cukup, misalnya pemanggilan/undangan peserta
maksimal dilakukan dua minggu sebelumnya. Bila kegiatan
pelatihan bersifat sukarela, maka publikasi akan
sangat berperan dalam mengumpulkan peserta pelatihan.
Sebelum penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan pastikan
semuanya sudah dipersiapkan mulai dari peserta, pembicara/fasilitator,
pejabat yang akan membuka/menutup
pelatihan (bila diperlukan), bahan-bahan dan sarana penunjang
pelatihan sampai dengan konsumsi.
Pada saat pelatihan berlangsung, penyelenggara memantau
jalannya pelatihan, menyiapkan daftar hadir dan menyiapkan
konsumsi pada saat istirahat. Selama pelaksanaan pelatihan
sebaiknya dibuat foto dokumentasi untuk kejadiankejadian
yang mempunyai nilai dokumentasi yang baik,
misalnya pada saat simulasi, diskusi acara pembukaan dan
penutupan pelatihan.
Penyelenggara pelatihan adalah Bidang Perkaderan
khusus yang berada di Pimpinan Daerah dan Pimpinan
Wilayah IPM. Sedangkan dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Korps Fasilitaor sesuai dengan tingkatan
pimpinan setempat. Untuk kelancaran penyelengaraan
pelatihan penanggung jawab membentuk panitia penyelenggara
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan
pembantu serta menetapkan Tim Fasilitator dan
Pendamping.
a. Menyusun kerangka acuan dan jadwal pelatihan.
b. Menyusun kepanitiaan pelatihan.
c. Menetapkan fasilitator pelatihan.
d. Menyiapkan materi, media dan sarana yang akan
digunakan dalam penyajian materi latihan.
e. Melaksanakan tugas sebagai tim pelatih.
f. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kegiatan
pelatihan sejak awal sampai akhir.
g. melaksanakan pembinaan pada tindak lanjut pelatihan.
Terbentuknya fasilitator yang mampu mengelola
perkaderan “Pelatihan Kader Taruna Melati 1 dan “Pelatihan
Kader Taruna Melati II” pada tingkat Pimpinan
Ranting dan Cabang.
Kader ikatan yang telah lulus Pelatihan Kader
Taruna Melati II (PKTM II).
Persyaratan
a. Telah lulus Taruna Melati II (TM II).
b. Bersedia menjadi fasilitator perkaderan pada
tingkat Pimpinan Ranting, Cabang (PKTM I) dan
Daerah (PKTM II) secara tertulis.
c. Mendapat mandat dari Pimpinan Cabang, atau
Daerah.
Materi
a. Kelompok materi Al-Islam.
b. Kelompok materi Ke-IPM-an dan Ke-Muhammadiyahan.
c. Kelompok Materi Kefasilitatoran.
Jenis Materi
a. Sistem Perkaderan Muhammadiyah.
b. Filsafat Pendidikan Islam.
c. Falsafah dan system Perkaderan IPM.
d. Kefasilitatoran.
e. Sistem Perkaderan IPM.
f. Komunikasi efektif dan persuasif.
g. Teknik Outbound.
h. Teknik evaluasi.
i. Latihan peran fasilitator.
j. Rencana Tindak Lanjut
Waktu penyelenggaraan
a. PFP I diselenggarakan dalam waktu 3 x 24 jam.
b. Setiap jenis materi dialokasikan waktu 2 x 45 menit
(satu jam pelatihan (JPL) 45 menit).
Pendekatan
PFP I menggunakan pendekatan andragogis pendidikan
orang dewasa dan partisipatoris.
Metode
a. Ceramah.
b. Tanya jawab.
c. Diskusi.
d. Brainstorming.
e. Role playing.
f. Ice breaking.
g. Studikasus.
h. Penugasan.
a. Peserta
Daya serap terhadap materi
Sikap selama pelaksanaan
Tingkat perkembangan
Kemampuan bicara
Kemampuan komunikasi
b. Penceramah
c. Fasilitator
d. Pelaksanaan
Penanggung jawab : Pimpinan Daerah IPM
Pengelola : Tim fasilitator yang ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah IPM
Panitia pelaksana : Pimpinan Daerah atau Pimpinan Ranting
dan Cabang yang dibentuk oleh
Pimpinan Daerah
Terbentuknya fasilitator dan pendamping yang
mampu mengelola perkaderan Taruna Melati II dan
Taruna Melati III pada tingkat Pimpinan Wilayah.
Kader ikatan yang telah lulus Taruna Melati III.
Persyaratan
a. Telah lulus Taruna Melati III (TM III).
b. Pernah menjadi fasilitator minimal di tingkat Pimpinan
Ranting dan Cabang
c. Bersedia menjadi fasilitator perkaderan pada tingkat
Pimpinan Wilayah dan Pusat secara tertulis.
d. Mendapat mandat dari Pimpinan daerah atau
Pimpinan Wilayah.
Kelompok Materi
a. Kelompok materi Al-Islam.
b. Kelompok materi Ke-IPM-an dan Ke-Muhammadiyahan.
c. Kelompok Materi Kefasilitatoran.
Jenis Materi
a. Sistem Perkaderan Ortom-ortom Muhammadiyah.
b. Studi komparasi: Sistem Perkaderan Organisasi
Kepemudaan (OKP) lain.
c. Sistem pendidikan Indonesia.
d. Sistem Perkaderan IPM.
e. Kurikulum perkaderan II.
f. Kefasilitatoran II.
g. Komunikasi efektif dan persuasif II.
h. Penyelenggaraan lokakarya dan seminar.
i. Psikologi Pendidikan.
j. Teknik evaluasi II.
k. Latihan peran fasilitator II.
l. Rencana tindak lanjut.
Waktu penyelenggaraan PFP II diselenggarakan
dalam waktu3 x 24 jam.
Pendekatan
Pelatihan Fasilitator Pendamping II menggunakan
pendekatan andragogis.
Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Brainstorming
e. Role playing
f. Ice breaking
g. Studi kasus
h. Penugasan
Aspek yang dievaluasi
a. Peserta
Daya serap terhadap materi
Sikap selama pelaksanaan
Tingkat perkembangan
Kemampuan bicara
Kemampuan komunikasi
b. Penceramah
c. Fasilitator
d. Pelaksanaan
a. Penanggung jawab adalah Pimpinan Wilayah IPM.
b. Pengelola adalah Tim Fasilitator yang ditetapkan
oleh Pimpinan Wilayah IPM Terbentuknya fasilitator dan pendamping yang
mampu mengelola perkaderan Taruna Melati II dan
Taruna Melati III pada tingkat Pimpinan Wilayah.
Kader ikatan yang telah lulus Taruna Melati III.
Persyaratan
a. Telah lulus Taruna Melati III (TM III).
b. Pernah menjadi fasilitator minimal di tingkat Pimpinan
Ranting dan Cabang
c. Bersedia menjadi fasilitator perkaderan pada tingkat
Pimpinan Wilayah dan Pusat secara tertulis.
d. Mendapat mandat dari Pimpinan daerah atau
Pimpinan Wilayah.
Kelompok Materi
a. Kelompok materi Al-Islam.
b. Kelompok materi Ke-IPM-an dan Ke-Muhammadiyahan.
c. Kelompok Materi Kefasilitatoran.
Jenis Materi
a. Sistem Perkaderan Ortom-ortom Muhammadiyah.
b. Studi komparasi: Sistem Perkaderan Organisasi
Kepemudaan (OKP) lain.
c. Sistem pendidikan Indonesia.
d. Sistem Perkaderan IPM.
e. Kurikulum perkaderan II.
f. Kefasilitatoran II.
g. Komunikasi efektif dan persuasif II.
h. Penyelenggaraan lokakarya dan seminar.
i. Psikologi Pendidikan.
j. Teknik evaluasi II.
k. Latihan peran fasilitator II.
l. Rencana tindak lanjut.
Waktu penyelenggaraan PFP II diselenggarakan
dalam waktu3 x 24 jam.
Pendekatan
Pelatihan Fasilitator Pendamping II menggunakan
pendekatan andragogis.
Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
d. Brainstorming
e. Role playing
f. Ice breaking
g. Studi kasus
h. Penugasan
Aspek yang dievaluasi
a. Peserta
Daya serap terhadap materi
Sikap selama pelaksanaan
Tingkat perkembangan
Kemampuan bicara
Kemampuan komunikasi
b. Penceramah
c. Fasilitator
d. Pelaksanaan
a. Penanggung jawab adalah Pimpinan Wilayah IPM.
b. Pengelola adalah Tim Fasilitator yang ditetapkan
oleh Pimpinan Wilayah IPM.
c. Panitia pelaksana adalah Pimpinan Daerah yang
ditunjuk oleh Pimpinan Daerah.
Pedoman penyelenggaraan pelatihan yang dilengkapi
dengan modul ini merupakan pegangan bagi Trainer, Fasilitator,
dan Pendamping pelaksanaan perkaderan-perkaderan
IPM. Tolok ukur keberhasilan dari pelatihan sangat tergantung
dari pengetahuan, sikap, pemikiran, dan perilaku kader
pasca-pelatihan. Karena itulah penyelenggaraan pelatihan
semacam ini yakni melalui tahap-tahap mengetahui, memahami
dan mengimlementasikannya dari suatu informasi yang
diterimanya merupakan salah satu alat dan wahanan yang
cukup strategis. Selanjutnya setelah pelatihan berakhir diperlukan
langkah-langkah tindak lanjut seperti pemberdayaan
peserta yang telah dilatih dalam pelatihan fasilitator.A l h a m d u l i l l a h, amanat Muktamar dari Muktamar
IPM hingga yang terahir ke-18 (2012) yang menjadi program
Bidang Perkaderan untuk meninjau ulang atau merevisi Sistem
Perkaderan IPM (SPI) ini akhirnya bisa selesai. Untuk selanjutnya
beberapa buku (teknis-operasional) untuk memperkaya dan
melengkapi instrumen perkaderan di seluruh jajaran IPM, dan
akan disusun kemudian, mulai dari modul, panduan game-game
menarik, dan lain sebagainya.
Tugas bagi segenap pimpinan, baik PW, PD, PC, adalah
melakukan kajian-kajian tentang sIstem perkaderan sehingga
menghasilkan “Pedoman Perkaderan” yang khas seluruh wilayah
se-Indonesia. Tentunya, dalam merumuskan pedoman perkaderan
harus merujuk pada Sistem Perkaderan IPM ini.
Sebagai penutup, realisasi dan pelaksanaan perkaderan
yang mengacu pada SPI ini membutuhkan komitmen dan kesungguhan
dari segenap Pimpinan IPM dan Bidang Perkaderan dan
juga bisang yang lain. Kesadaran berorganisasi sebagai sebuah
sistem dan berdasar pada fungsi dan tugas yang telah ditentukan,
dengan dilandasi niat ikhlas insya Allah akan memberikan dorongan
etos bagi kita semua untuk menggerakan perkaderan di
semua lini gerakan IPM. Semoga cita-cita dan semangat IPM sebagai
gerakan ilmu sebagai wujud Gerakan Pelajar Berkemajuan
bisa tercapai, amin.
Contoh Silabus
Pandangan Islam Berkemajuan
DESKRIPSI MATERI
Materi ini dirancang untuk peserta TM 3. Menyajikan bahasan
yang akan memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
peserta tentang “Pandangan Islam Berkemajuan” dengan mengacu
kepada Tanfidz Se-Abad Muhammadiyah”, serta berbagai aplikasinya
untuk nantinya bagi peserta dalam ber-IPM baik menjadi
seorang kader atau pimpinan. Selain itu, tidak kalah pentingnya
adalah bahwa melalui kemampuan manajerial akan mampu
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai insan kamil di
muka bumi.
Pembicara: Prof. Dr. Amin Abdullah
TUJUAN DAN SASARAN
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini diharapkan
mahasiswa mampu memahami:
1. Akar sejarah Islam Berkemajuan dalam Muhammadiyah
2. Islam Berkemajuan perpektif teologis
3. Paradigma Islam Berkamajuan
METODE PENYAMPAIAN
1. Kuliah. peserta wajib untuk mengikuti materi Diperlukan
kesadaran peserta tentang pentingnya aktif mendengarkan
dan diskusi sebagai sarana belajar mengasah perpektif.
2. Tugas untuk membaca buku teks. Peserta diberi tugas untuk
membaca buku teks yang diwajibkan dan buku tambahan
lainnya secara teratur. Tugas ini untuk meningkatkan
kemampuan dan wawasan keislaman dalam menggali pengetahuan
dari hasil membacaannya.
POKOK BAHASAN
1. Pengertian Islam Berkemajuan
2. Akar sejarah Islam Berkemajuan
3. Pandangan Islam Berkemajuan
4. Ideologi Islam Berkemajuan
5. Agama BerkemajuanACUAN PUSTAKA
1. Tanfidz Se-Abad Muhammadiyah
2. Memahami Ideologi Muhammadiyah, Haedar Nashir
3. Pelajar Bergerak Menuju Indonesia Berkemajuan, Amin
Abdullah, dkk.
Abdullah, M. Amin. 2010. Islamic Studies di Perguruan Tinggi:
Paradigma Integratif-Interkonektif Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Abdurrahman, Moeslim. 1995. Islam Transformatif. Jakarta:
Pustaka Firdaus
____________. 2003. Islam sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Erlangga
Achmadi. Merajut Pemikiran Cerdas Muhammadiyah: Perspektif
Sejarah. Suara Muhammadiyah. Yogyakarta, 2010
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. Makalah. Paradigma Profetik Perlukah?
Mungkinkah disampaikan dalam “Sara-sehan Profetik
2011”, diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UGM, di
Yogyakarta, 10 Februari 2011
Alfian, M. Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik: Perbincangan
Kepemimpinan dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Ali, Mohamad. 2010. Reinvensi Pendidikan Muhammadiyah.
Jakarta: Al-Wasat
Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam:
Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis IntegratifInterkonektif.
Jakarta: Rajawali Press
Baidhawy, Zakiyuddin. 2009. Teologi Neo Al-Ma’un: Manifesto
Islam Menghadapi Globalisasi Kemiskinan Abad 21.
Yogyakarta: Civil Islamic Institut
Hadjid, KRH. 2008.Pelajaran KHA Dahlan: 7 Falsafah dan 17 Ayat
Pokok Ayat al-Qur’an. Malang: LPI PPM
Jainuri, Achmad. 2002. Ideologi Kaum Reformis: Melacak
Pandangan Keagamaan Muhammadiyah PeriodeAwal.
Surabaya: LPAM
Khoirudin, Azaki. 2012. Fajar Baru: Mempertajam Ujung Pena
Gerakan Pelajar Muhammadiyah yang Mulai Tumpul.
Bojonegoro: Ilmi Publisher
____________. 2014. Nun-Tafsir Gerakan Al-Qalam. Jakarta: Al-Wasat
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi
dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana
____________. 2000.ParadigmaIslam Intrepretasi untuk Aksi.
Yogyakarta: Tiara Wacana
Latif, Yudi. 2005. Intelegensia Muslim dan Kuasa: Geneanalogi
Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan
Pustaka
____________. 2008. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan
Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
MPK PP Muhammadiyah. 2007. Sistem Perkaderan
Muhammaddiyah. Cet. II. MPK PPM: Yogyakarta
Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah. 2009. Manhaj
Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah, dan Langkah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
Muhammad Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Toto
Rahardjo/Penyunting. 2000. Pendidikan Populer:
Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Kiai Ahmad Dahlan: Jejak
Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan. Jakarta: Kompas
___________. 2010. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah
____________. 1990. Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan
Amal Muhammadiyah. PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta
Markus, Sudibyo, dkk. 2011. Menuju Peradaban Utama: Membedah
Peran Muhammadiyah di Ruang Publik. Jakarta: Al-Wasat
Nashir, Haedar. 2010. Muhammadiyah Gerakan Pembaruan.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
___________. 2011. Muhammadiyah Abad Kedua. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah
Purwanto, Agus. 2011. Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Qur’an Yang
Terlupakan. Bandung: Mizan
___________. 2012. Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur’an
Sebagai Basis Konstruksi Ilmu Pengetahuan. Bandung:
Mizan
Salam, Junus. 2009. KH Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya.
Banten: al-Wasat
Sistem Perkaderan IPM (Makasar: PP IPM, 1986)
Sistem Perkaderan IPM (Malang: PP IPM, 1992)
Sistem Perkaderan IRM (Makasar: PP IRM, 2002)
Syafii Maarif, Ahmad. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan
dan Kemanusiaan: Sebuah refleksi Sejarah. Bandung: Mizan
Syuja. 2009. Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan KH Ahmad
Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal. Jakarta: Al-Wasat
Tafsir. 2011. Jalan Lain Muhammadiyah: Menafsir Ulang Gerakan
Dakwah Kultural Muhammadiyah Akar Rumput. Jakarta:
Al-Wasath
Tuhuleley, Said (Ed), 2003. Reformasi Pendidikan Muhammadiyah.
Yogyakarta: Pustaka SM
Qodir, Zuly. 2010Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan
dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta: Kanisius
Whitney, D & Trosten-Bloom, A. 2003. The Power of Appreciative
Inquiry: A Practical Guide to Positive Change. San Fransicco:
Berrett-Koehler
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar